Ada merpati turun dari surga, melembut di atas alam.
Putih seperti salju, halus seperti sutra, begitu cepat dalam kecepatan.
Dalam mulutnya membawa sebuah batang semanggi Lembut hati-hati.
Dimana tiga daun semanggi sesuai bersama.
Merpati melemparkan batang dengan lembut ke bawah Dan segera terbang membuai dengan bertepuk tangan pergi ke surga lagi.
Tetapi diberkatilah, diberkati, daun-daun Yang di sini menemukan kaki Mereka adalah Iman, dan Harapan dan Kasih yang bersama-sama sebagai satu.
Puisi diatas aslinya adalah sebuah puisi tulisan tangan berbahasa Belanda yang terdapat dibelakang Foto kabinet dengan potret bertandatangan oleh tiga saudara Kartini, Kardinah, dan Roekmini.
21 April 2011, tepatnya 132 tahun yang lalu ,... di Jepara terlahir seorang perempuan dengan Nama Raden Adjeng Kartini yang kelak akan menjadi seorang pelopor kebangkitan perempuan pribumi.
Lahir dari keluarga bangsawan Jawa tidak membahagiakan Kartini, seorang perempuan yang dinobatkan sebagai pahlawan di kemudian hari, kesedihannya terbaca dalam surat-suratnya kepada sejumlah rekannya.
Kartini yang wafat dalam usia relatif muda pada 1904, Cara kematiannya pun khas seorang ibu, wafat sewaktu melahirkan. Di usianya yang ke-25, perempuan Jepara ini tak pernah melihat anak pertamanya itu. Sebab kematiannya pun khas masalah kebanyakan kematian ibu melahirkan di Indonesia.
Kartini dari saat lahirnya , memang belum banyak berbuat untuk kemajuan kaumnya, namun buah pikiran dan cita-citanya menjadi inspirasi gerakan perempuan selanjutnya.
Perjuangan Kartini dalam membela hak-hak kaum perempuan dan perjuangannya yang fenomenal patut dikenang dan dijadikan spirit sampai kapanpun. Karena sosok Kartini adalah pejuang kesetaraan gender pertama yang pernah ada di Indonesia.
Kartini bukanlah sosok hero layaknya G.I. Jane yang diperankan oleh bintang seksi nan rupawan Demi Moore dalam drama film Hollywood yang memanggul senjata maju di medan perang. Ia adalah pendobrak patron dan paham patriakhi dalam budaya masyarakat Jawa yang kental.
Seabad berikutnya meski prosentase wanita dalam struktur jabatan eksekutif dan legislatif dianggap tidak memadai, tetapi siapapun bisa menilai bahwa pendidikan perempuan Indonesia sudah cukup maju seperti yang dicita-citakan Kartini.
Permasalahan kesetaraan gender sering dikait-kaitkan dengan permasalahan HAM dan keadilan sosial dalam arti luas, hingga mudah bagi konsep tersebut menarik simpati, khususnya bagi perempuan.
Mengapa perempuan selalu diidentikkan dengan pekerjaan domestik seperti menyediakan kopi, sementara lelaki dengan bahagianya berkarir yang sebenarnya juga mampu dikerjakan oleh perempuan menjadi salah satu pertanyaan dasar bagi pejuang kesetaraan gender.
Anak-anak kita sekarang ini sangat mungkin tidak pernah lagi melantunkan lagu Ibu Kita Kartini karya WR Supratman itu. Bahkan bila boleh jujur nyaris tak pernah mendengarnya lagi. Menyedihkan! Sosok Kartini sang pembawa titik terang kaum perempuan Indonesia itu menjelma bagai mitos, sesuatu yang kita percayai dan telah diangap sebagai sebuah kebenaran sejak dulu tapi sebenarnya tidak benar.
Tegakah kita membiarkan zaman menyulap gagasan dan sosok Kartini sebagai pejuang kemanusiaan menjadi pada akhirnya mitos saja?
Apakah gagasannya itu hanya dapat dibaca dibajunya, kebayanya, masakannya, atau formalitas mengenang nama besarnya. Jangan sampai kita terjebak pada ritualnya tapi alpa menyimpan makna dan menghidupkannya terus-menerus sepanjang hari tanpa menunggu 21 April saja. Biarkan semangat dan jiwa juang perempuan senantiasa terpompa untuk keluar dari rasa ketidakmampuan.
Hari ini, biarkanlah semangat tumbuh dan berkembang menyemangati setiap jiwa perempuan Indonesia. Pun, seluruh jiwa anak bangsa ini, karena ide, gagasan, dan spirit untuk maju tidak hanya boleh diklaim oleh segolongan kaum, apalagi oleh hanya karena jenis kelamin.
21 April 2011, tepatnya 132 tahun yang lalu ,... di Jepara terlahir seorang perempuan dengan Nama Raden Adjeng Kartini yang kelak akan menjadi seorang pelopor kebangkitan perempuan pribumi.
Lahir dari keluarga bangsawan Jawa tidak membahagiakan Kartini, seorang perempuan yang dinobatkan sebagai pahlawan di kemudian hari, kesedihannya terbaca dalam surat-suratnya kepada sejumlah rekannya.
Kartini yang wafat dalam usia relatif muda pada 1904, Cara kematiannya pun khas seorang ibu, wafat sewaktu melahirkan. Di usianya yang ke-25, perempuan Jepara ini tak pernah melihat anak pertamanya itu. Sebab kematiannya pun khas masalah kebanyakan kematian ibu melahirkan di Indonesia.
Kartini dari saat lahirnya , memang belum banyak berbuat untuk kemajuan kaumnya, namun buah pikiran dan cita-citanya menjadi inspirasi gerakan perempuan selanjutnya.
Perjuangan Kartini dalam membela hak-hak kaum perempuan dan perjuangannya yang fenomenal patut dikenang dan dijadikan spirit sampai kapanpun. Karena sosok Kartini adalah pejuang kesetaraan gender pertama yang pernah ada di Indonesia.
Kartini bukanlah sosok hero layaknya G.I. Jane yang diperankan oleh bintang seksi nan rupawan Demi Moore dalam drama film Hollywood yang memanggul senjata maju di medan perang. Ia adalah pendobrak patron dan paham patriakhi dalam budaya masyarakat Jawa yang kental.
Seabad berikutnya meski prosentase wanita dalam struktur jabatan eksekutif dan legislatif dianggap tidak memadai, tetapi siapapun bisa menilai bahwa pendidikan perempuan Indonesia sudah cukup maju seperti yang dicita-citakan Kartini.
Permasalahan kesetaraan gender sering dikait-kaitkan dengan permasalahan HAM dan keadilan sosial dalam arti luas, hingga mudah bagi konsep tersebut menarik simpati, khususnya bagi perempuan.
Mengapa perempuan selalu diidentikkan dengan pekerjaan domestik seperti menyediakan kopi, sementara lelaki dengan bahagianya berkarir yang sebenarnya juga mampu dikerjakan oleh perempuan menjadi salah satu pertanyaan dasar bagi pejuang kesetaraan gender.
Anak-anak kita sekarang ini sangat mungkin tidak pernah lagi melantunkan lagu Ibu Kita Kartini karya WR Supratman itu. Bahkan bila boleh jujur nyaris tak pernah mendengarnya lagi. Menyedihkan! Sosok Kartini sang pembawa titik terang kaum perempuan Indonesia itu menjelma bagai mitos, sesuatu yang kita percayai dan telah diangap sebagai sebuah kebenaran sejak dulu tapi sebenarnya tidak benar.
Tegakah kita membiarkan zaman menyulap gagasan dan sosok Kartini sebagai pejuang kemanusiaan menjadi pada akhirnya mitos saja?
Apakah gagasannya itu hanya dapat dibaca dibajunya, kebayanya, masakannya, atau formalitas mengenang nama besarnya. Jangan sampai kita terjebak pada ritualnya tapi alpa menyimpan makna dan menghidupkannya terus-menerus sepanjang hari tanpa menunggu 21 April saja. Biarkan semangat dan jiwa juang perempuan senantiasa terpompa untuk keluar dari rasa ketidakmampuan.
Kita seyogianya mengenang Kartini pada gagasan, ide, perjuangan, dan pandangan-pandangannya tentang ketuhanan, kebijaksanaan, keindahan, humanisme, dan nasionalisme. Bukan pada apa yang telah diapresiasi oleh orang lain.Sebab, boleh jadi kita akan terjebak pada sosok Kartini sebagai sebuah nama besar dan menafikan gagasan besarnya, karena hanya akan menjadikan Kartini sebagai mitos yang melengkapi cerita-cerita mitos di negeri kita ini. Kartini adalah putri sejati yang peduli kaumnya, dimana pada masanya hampir tidak ada orang yang peduli nasib perempuan, bahkan oleh dan dari kalangan perempuan sekalipun.
Hari ini, biarkanlah semangat tumbuh dan berkembang menyemangati setiap jiwa perempuan Indonesia. Pun, seluruh jiwa anak bangsa ini, karena ide, gagasan, dan spirit untuk maju tidak hanya boleh diklaim oleh segolongan kaum, apalagi oleh hanya karena jenis kelamin.
ayo wanita Indonesia teladani RA kartini jangan berbuat yang tidak senonoh
BalasHapusArtikelnya mantab bang Amri. Sangat menggelorakan semangat
BalasHapuswah keren nie retrrikanya
BalasHapusSemoga perjuangan Kartini tidak membuat perempuan sekarang kebablasan ya, Bang :D
BalasHapusInsya Allah nanti malam para perempuang Bandung akan bergowes ria mengeliling kota dalam rangka hari kelahirannya. Semoga cuaca cerah ^_^
BalasHapusMemang benar, nyatanya banyak anak-anak kecil dan saya sendiri jarang menyanyikan dan mendengar lagu ibu kita kartini
BalasHapuswe must proud of her : )
BalasHapuskenapa ya sekarang kalau hari kartini berita di media tidak seramai dulu dalam memperingatinya,bahkan di kantor,disekolah kalau dulu pada pakai gaun nasinal khas indonesia kebaya,lomba2 dll tappi kayaknya sudah mulai luntur semangatya....ayo tgl 21 April ini mari kita bangkitkan lagi semangat emansipasi Kartini.Selamat bagi kaum perrempuan Indonesia!
BalasHapusSelamat hari Kartini
BalasHapusselamat hari kartini untuk para wanita indonesia,,,moga kita bisa menjadi generasi penerus bangsa yang baik,,,
BalasHapusmoga kita bisa meneruskan semangat dan perjuangan kartini,,,
BalasHapusibu kita kartini ,putri sejati putri indonesia harum namanya
BalasHapusibu kita kartini pembela bangsa ,pembela kaumnya,untuk merdeka
wahai ibu kita kartini putri yang mulia,sungguh besar cita citanya bagi indonesia,,,
katanya banyak penyimpangan sejarah di kisah kartini ini loh om... ada surat2 kartini yang ngga di publikasiin, dll pokoknya ada sutradara yg mensetting kisah kartini sampe jd spt yg trsebar sekarang ini :(
BalasHapuswah baru tau ane ni mas... makasih buat infonya
BalasHapusRA kartini emang patut jadi teladan terutama bagi kaum hawa
BalasHapus