Home » , » PENERAPAN METODE RESITASI UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR KIMIA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 LILIRIAJA

PENERAPAN METODE RESITASI UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR KIMIA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 LILIRIAJA

Written By FATAMORGANA on Jumat, Desember 12, 2008 | 12/12/2008

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di era modern sekarang, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat serta menyentuh pada semua aspek kehidupan manusia tak terkecuali di bidang pendidikan dan pengajaran. Pemerintah dewasa ini khususnya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan berusaha untuk meningkatkan mutu pendidikan seperti yang telah digariskan dalam GBHN 1993 bahwa “dalam rangka peningkatan mutu pendidikan khususnya untuk memacu perluasan ilmu pengetahuan alam dan matematika” (TAP MPR No. II/MPR/1993:95). Untuk mencapai tujuan tersebut maka pemerintah telah mengusahan peningkatan mutu pendidikan mulai dari tingkat pendidikan dasar sampai ke tingkat perguruan tinggi. Diantaranya adalah penyempurnaan kurikulum 1975 menjadi kurikulum 1984, kemudian disempurnakan lagi menjadi kurikulum 1994. selain itu, juga dilakukan usaha-usaha seperti penataran guru-guru bidang studi, pengadaan buku-buku paket, dan menambah sarana dan prasarana untuk kegiatan proses belajar mengajar.

Peningkatan mutu pendidikan sangat ditentukan oleh guru sebagai pendidik dalam pencapaian tujuan pendidikan yang diharapkan. Dengan kata lain guru menempati titik sentral pendidikan. Agar guru mampu menunaikan tugasnya dengan baik, maka terlebih dahulu harus memahami hal-hal yang berhubungan dengan proses belajar mengajar seperti halnya proses pendidikan pada umumnya. Dengan demikian peranan guru yang sangat penting adalah mengaktifkan dan mengefisienkan proses belajar di sekolah termasuk didalamnya penggunaan metode mengajar yang sesuai.

Penggunaan metode mengajar yang tepat, merupakan suatu alternatif mengatasi masalah rendahnya daya serap siswa terhadap pelajaran kimia, guna meningkatkan mutu pengajaran. Penerapan suatu metode pengajaran harus ditinjau dari segi keefektifan, keefesienan dan kecocokannya dengan karakteristik materi pelajaran serta keadaan siswa yang meliputi kemampuan, kecepatan belajar, minat, waktu yang dimiliki dan keadaan sosial ekonomi siswa sebagai obyek. Sesuai yang dikatakan oleh Rostiyah bahwa :

“Setiap jenis metode pengajaran harus sesuai atau tepat untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Jadi untuk tujuan yang berbeda guru harus mengadakan teknik penyajian yang berbeda sekaligus untuk mencapai tujuan pengajarannya”. (Rostiyah, 1989:2)

Salah satu metode yang diterapkan dalam melibatkan siswa secara aktif, guna menunjang kelancaran proses belajar mengajar adalah menggunakan metode resitasi. Dalam metode resitasi diharapkan mampu memancing keaktifan siswa dalam proses belajarn mengajar. Hal ini disebabkan karena siswa dituntut untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru dan harus dipertanggungjawabkan (Nana Sudjana, 1989:82). Dalam keberhasilan proses belajar mengajar disamping tugas guru, maka siswa turut memegang peranan yang menentukan dalam pencapaian tujuan pendidikan. Sebab vagaimapun baiknya penyajian guru terhadap materi pelajaran, akan tetapi siswa tidak mempunyai perhatian dalam hal belajar maka apa yang diharapkan sukar tercapai. Menurut Slameto (1991:88) sebagai berikut :

“Agar siswa berhasil dalam belajarnya, perlulah mengerjakan tugas dengan sebaik-baiknya. Tugas itu mencakup mengerjakan PR, menjawab soal latihan buatan sendiri, soal dalam buku pegangan, tes/ualangan harian, ulangan umum dan ujian”.

Pembelajaran dengan metode mengajar yang sesuai dengan materi yang diajarkan akan meningkatkan motivasi belajar siswa. Sebagai contoh adalah pemberian tugas pada setiap akhir pelajaran dengan harapan aktifitas belajar siswa dapat ditingkatkan, sehingga prestasi belajar siswa dapat pula meningkat. Menurut Harmawati (1993:38) sebagai berikut :

“Pemberian tugas pada setiap pertemuan mempengaruhi hasil belajar siswa. Dengan demikian tugas setiap pertemuan menyebabkan siswa termotivasi dalam belajar, disamping itu siswa lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar”.

Pada peningkatan prestasi belajar siswa bukan hanya peran guru yang dibutuhkan tetapi siswa sendirilah yang dituntut peran aktif dalam proses belajar mengajar. Salah satu hal yang penting dimiliki oleh siswa dalam meningkatkan prestasi belajarnya adalah penguasaan bahan pelajaran. Siswa yang kurang mengusai bahan pelajaran akan mempunyai nilai yang lebih rendah bila dibandingkan dengan siswa yang lebih mengusai bahan pelajaran. Untuk menguasai bahan pelajaran maka dituntut adanya aktifitas dari siswa yang bukan hanya sekedar mengingat, tetapi lebih dari itu yakni memahami, mengaplikasikan, mensistesis, dan mengevaluasi bahan pelajaran.

Perlu disadari bahwa yang diharapkan oleh guru terhadap siswanya adalah bahan pelajaran yang diterima siswa dapat dikuasainya dengan baik. Olehnya itu, maka salah satu cara yang ditempuh adalah tugas yang diberikan oleh guru tidak hanya dikerjakan di kelas yang sempit dan terbatas oleh waktu, akan tetapi perlu dilanjutkan di rumah, di perpustakaan, di laboratorium dan hasilnya harus dipertanggungjawabkan.

Berpedoman pada penjelasan di atas maka penulis sangat tertartik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh Metode Resitasi Terhadap Prestasi Belajar Kimia Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Liliriaja”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka masalah yang hendak diselidiki dapat dirumuskan sebagai berikut :

Apakah prestasi belajar kimia siswa kelas Kelas XI SMA Negeri 1 Liliriaja yang diberikan metode pengajaran resitasi lebih tinggi dari pada siswa yang tidak diberikan metode pengajaran resitasi?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk :

Mengetahui pengaruh metode resitasi terhadap prestasi belajar kimia siswa kelas Kelas XI SMA Negeri 1 Liliriaja.

D. Pentingnya Penelitian

Penelitian ini memiliki arti penting bagi peningkatan kualitas pelajaran kimia karena hasil penelitian bermanfaat,antara lain:

  1. Dapat menjadi bahan masukan bagi guru dalam mengelola kegiatan belajar mengajar khususnya kegiatan belajar mengajar kimia.
  2. sebagai bahan acuan bagi peneliti lain yang akan meneliti hal-hal yang relevan dengan penelitian ini.
  3. Sebagai usaha untuk membangkitkan kegiatan belajarnya yang pada akhirnya menuntun siswa dalam mengusai materi pelajaran yang diperoleh dalam proses belajar mengajar.

E. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori yang telah dikemukakan maka hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

Prestasi belajar kimia siswa kelas Kelas XI SMA Negeri 1 Liliriaja yang diberikan metode pengajaran resitasi lebih tinggi daripada siswa yang tidak diberikan metode pengajaran.


BAB II

TINJAUAN PUSATAKA

A. Tinjauan Pustaka

  1. Hakikat Belajar Mengajar

Belajar dan mengajar wujud nyata dari pendidikan, yang pada hakikatnya adalah usaha sadar bertujuan membudayakan manusia dan memanusiakan manusia. Manusia itu sendiri adalah pribadi yang utuh dan pribadi yang kompleks sehingga sulit dipelajari secara tuntas. Oleh karena itu pendidikan tetap memerlukan inovasi-inovasi yangs esuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi tanpa mengabaikan nilai-nilai manusia, baik sebagai mahluk sosial maupun mahluk religius. Jadi pendidikan adalah proses sosialisasi menuju kedewasaan intelektual, sosial, moral sesuai dengan kemampuan hakikat pendidikan menurut Nana Sudjana (1989:23) :

(1) adalah interaksi manusiawi, (2) membina dan mengembangkan potensi manusiawi, (3) berlangsung sepanjang hayat, (4) sesuai dengan kemampuan dan tingkat perkembangan individu, (5) ada dalam keseimbangan antara kebebasan subyek didik dengan kewibawaan guru, dan (6) meningkatkan kualitas hidup manusia.

Dengan memperhatikan berbagai aspek tersebut maka pendidikan harus memperhatikan keseimbangan perkembangannya, sebagai hakikat dari pendidikan itu sendiri.

  1. Pengertian belajar

Beberapa orang memberikan pengertian tentang belajar seperti yang ditulis oleh Nana Sudjana (1989:5) :

Mouly, belajar pada hakikatnya adlah proses perubahan tingkah laku seseorang berkat adanya pengalaman. Kimble dan Garmezi, belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif permanen, terjadi sebagai hasil pengalaman. Garry dan Kingsley, belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang orisinil melalui pengalaman dan latihan-latihan.

Disamping itu Witheringtong, dalam bukunga Educational Psychologi yang dikutip oleh Ngalim Purwanto (1990:84) mengemukan bahwa :

Belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada kreasi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian.

Jadi belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan dari diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang berlajar. Oleh sebab itu belajar adalah proses aktif untuk mereaksi terhadap semua situasi yang ada disekitar individu.

Kalau dirangkum dan ditinjau secara umum maka tujuan belajar itu ada tiga menurut Sardiman A.M (1987:28) yaitu :

(1) Untuk mendapatkan pengetahuan

Hal ini ditandai dengan kemampuan berfikir. Pemilikan pengetahuan dan kemampuan berfikir sebagai yang tidak dapat dipisahkan. Dengan kata lain tidaj dapat mengembangkan kemampuan berfikir tanpa bahan pengetahuan. Tujuan inilah yang memiliki kecenderungan lebih besar perkembangannya di dalam kegiatan belajar mengajar.

(2) Penanaman konsep dan keterampilan

Penanaman konsep atau merumuskan konsep, juga memerlukan suatu keterampilan. Jadi soal keterampilan yang bersifat jasmaniah maupun rohaniah. Keterampilan jasmaniah adalah keterampilan-keterampilan yang dapat dilihat, diamati, sehingga akan menitikberatkan pada keterampilan gerak/penampilan dari anggota tubuh seseorang yang sedang belajar. Sedangkang keterampilan rohaniah lebih rumit, karena tidak selalu berurusan dengan masalah-masalah keterampilan yang dapat dilihat bagaimana ujungpangkalnya, tetapi lebih abstrak, menyangkut persoalan-persoalan penghayatan dan keterampilan berfikir serta kreativitas untuk menyelesaikan dan merumuskan suatu masalah atau konsep.

(3) Pembentukan sikap

Dalam menumbuhkan setiap mental, perilaku dan pribadi ana didik, guru harus dan hati-hati dalam pendekatannya. Untuk itu dibutuhkan kecakapan mengarahkan motivasi dan berfikir dengan tidak lupa menggunakan pribadi guru itu sendiri sebagai contoh atau model.

Belajar yang merupakan proses kegiatan untuk mengubah tingkah laku si subyek belajar, ternyata banyak faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut Slameto (1987:56) ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi proses belajar adalah :

(1) Faktor jasmani. Yang meliputi faktor kesehatan, proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatan seseorang terganggu, mudah pusing, ngantuk jika badannya lemah, dan kelainan-kelainan fungsi alat inderanya serta tubuhnya. Faktor cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh atau badan.

(2) Faktor psikologis. Faktor-faktor itu antara lain adalah : intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kelelahan.

(3) Faktor kelelahan. Agar siswa dapat belajar dengan baik haruslah menghindari agar jangan sampai terjadi kelelahan dalam belajarnya.

Ketiga faktor di atas merupakan faktor intern, sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi lainnya adalah faktor ekstern. Faktor-faktor ekstern yang berpengaruh terhadap belajar dikelompokkan menjadi tiga faktor yakni :

(1) Faktor keluarga. Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi.

(2) Faktor sosial. Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, pelajaran dengan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah.

(3) Faktor masyarakat. Pengaruh ini terjadi karena keberadaannya siswa dalam masyarakat.

  1. Pengertian mengajar

Para ahli psikologi dan pendidikan memberikan batasan atau pengertian mengajar yang berbeda-beda rumusannya. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan sudut pandang terhadap makna dan hakikat mengajar. Pandangan pertama melihat dari segi perilakunya, yaitu pengajarnya. Sedangkan pandangan kedua dari sudut siswa yang belajar.

Pandangan pertama melihat dari segi pelakunya yakni guru, sehingga mengajar diartikan sebagai menyampaikan ilmu pengetahuan atau bahan pelajaran kepada siswa atau anak didik (Sardiman, A.M., 1987:47). Jadi siswa dianggap sebagai obyek belajar, siswa hanya menerima (pasif) apa yang diberikan guru. Sebaliknya peranan guru sangat menentukan, itulah sebabnya pandangan ini sering disebut berpusat pada guru (teacher centered).

Pandangan yang kedua melihat mengajar dari sudut siswa yang belajar seperti yang dikemukakan oleh Nana Sudjana (1989:7) :

Mengajar adalah membimbing kegiatan siswa. Mengajar adalah mengatur dan mengorganisasikan lingkungan yang ada disekitar siswa sehingga dapat mendorong dan menumbuhkan siswa melakukan kegiatan belajar.

Rumusan tersebut, disamping berpusat pada siswa yang belajar (student centered), juga melihat hakekat mengajar sebagai proses, yakni proses yang dilakukan oleh guru dalam menumbuhkan kegiatan belajar siswa.

Kelanjutan dari pengertian mengajar seperti di atas, adalah menanamkan pengetahuan itu kepada anak didik dengan suatu harapan terjadi seuatu pemahaman. Kemudian pengertian yang luas, mengajar diartikan sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak, sehingga terjadi proses belajar. Atau dikatakan, mengajar sebagai upaya menciptakan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya kegiatan belajar bagi para siswa (Sardiman,A.M., 1987:47). Kondisi itu diciptakan sedemikian rupa sehingga membantu perkembangan anak secara optimal baik jasmani maupun rohani, baik fisik mauppun mental. Pengertian mengajar seperti ini memberikan petunjuk bahwa fungsi pokok dalam mengajar itu adalah menyediakan kondisi yang kondusif, sedang yang berperan aktif dan banyak menemukan dan memecahkan masalah.

Adapun hasil pengajaran itu dikatakan berhasil atau betul-betul baik apabila hasil itu dapat tersimpan lama dalam ingatan serta dapat digunakan dalam kehidupan oleh siswa. Kalau pengajaran itu tidak tersimpan lama dalam ingatan siswa maka hasil pengajaran itu tidak efektif. Hasil pengajaran juga dikatakan baik jika hasil tersebut merupakan asli atau otentik. Sesuai pendapat yang dikemukakan oleh Sardiman A.M. bahwa :

Pengajaran yang dipandang baik utnuk menghasilkan produk yang baik, adalah bagaimana mengorganisasikan proses belajar untuk mencapai pengetahuan otentik dan tahan lama (Sardiman, A.M., 1987:49).

Dalam konsep mengajar yang telah dikemukakan di depan bahwa titik berat peranan guru bukan sebagai pengajar, melainkan sebagai pembimbing belajar, atau pemimpin belajar, atau fasilitas belajar, atau sebagai motivator belajar. Dikatakan pembimbing belajar karena dalam proses tersbeut guru memberikan bantuan kepada siswa, agar siswa itu sendiri yang melakukan kegiatan belajar. Dikatakan pemimpin belajar sebab guru yang menentukan kemana kegiatan siswa akan diarahkan. Dikatakan fasilitator sebab harus menyediakan fasilitas, setidaknya menciptakan kondisi lingkungan yang dapat menjadi sumber bagi siswa dalam melakukan kegiatan belajar. Dan dikatakan motivator belajar karena guru harus memberikan motivasi dari awal sampai berakhirnya kegiatan belajar. Hakikat mengajar dalam rumusan ini sejalan dengan konsep belajar yang telah dijelaskan dimuka, yakni kedua-duanya dipandang sebagai suatu proses yang ditandai dengan tumbuhnya kegiatan siswa belajar.

Keterpaduan kedua konsep diatas, yakni konsep belajar dan konsep mengajar, melahirkan konsep baru yang disebut proses belajar mengajar. Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan pengajaran. Belajar mengacu kepada apa yang dilakukan oleh guru sebagai pemimpin belajar.

Apabila belajar mengajar dipandang sebagai suatu proses, paling tidak didalamnya terlibat empat aspek atau unsur yaitu : (1) tujuan proses belajar mengajar atau tujuan pengajaran, (2) isi atau bahan pengajaran, (3) metode atau alat pengajaran, dan (4) penilaian dalam pengajaran.

Keempat aspek tersebut, yakni tujuan, isi metode, dan penilaian adalah unsur-unsur yang membentuk terjadinya kegiatan pengajaran. Interaksi siswa dan guru atas dasar keempat unsur tersebut yang saling berkaitan mempengaruhi satu sama lain. Dalam interaksi tersebut siswa diarahkan oleh guru untuk mencapai tujuan pengajaran melalaui bahan pengajaran yang dipelajari oleh siswa dengan menggunakan berbagai metode dan alat untuk kemudian dinilai ada tidaknya perubahan pada diri siswa setelah ia menyelesaikan proses belajar mengajar tersebut.

  1. Pengertian Prestasi Belajar

Dalam proses belajar tentu ada yang berhasil, sukses dan tidak mengalami kesulitan untuk mencapai tujuan, ada yang gagal dan mengalami hambatan untuk mencapai tujuan. Ukuran keberhasilan dalam proses belajar diberikan istilah prestasi belajar.

Menurut Syamsu Mappa (1983:2), prestasi belajar adalah :

Hasil belajar yang dicapai siswa dalam suatu mata pelajaran tertentu dengan menggunakan tes standar sebagai alat pengukur keberhasilan murid.

Sedangkan Umar Tirtaraharja (1981:19) mengemukakan :

Prestasi belajar adalah taraf kemampuan aktual yang bersifat terukur, berupa pengalaman ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap, interes yang dicapai oleh murid dari apa yang dipelajari di sekolah.

Dari kedua pendapat itu di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah ukuran keberhasilan seorang siswa setelah menempuh proses belajar di sekolah, yang dapat diketahui dengan menggunakan alat evaluasi yang disebut tes prestasi belajar.

Prestasi belajar kimia yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah suatu ukuran keberhasilan yang menyatakan berapa besar nilai yang dicapai oleh siswa dalam bidang studi kimia yang mencakup aspek kognitif setelah diadakan tes prestasi belajar kimia.

  1. Metode Belajar Mengajar

a. Pengertian

Seperti yang telah dikemukakan bahwa belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan dalam kegiatan pengajaran. Mengajar mengacu kepada apa yang dilakukan oleh guru, dan belajar mengacu kepada apa yang dilakukan siswa. Kedua kegiatan tersebut menjadi terpadu manakala terjadi hubungan timbal balik (interaksi) antara guru dengan siswa pada saat pengajaran berlangsung. Bentuk hubungan timbal balik tersebut yang disebut metode atau cara belajar mengajar, namun beberapa orang memberi batasan yang lebih luas khusus mengenai metode belajar mengajar (Suryobroto (1986:3) menegaskan bahwa metode pengajaran adalah cara-cara pelaksanaan dari pada proses pengajaran atau soal bagaimana tekniknya suatu bahan pelajaran diberikan disekolah. Muhammad Amien (187:98) mengemukakan, “metode mengajar adalah cara yang digunakan guru dalam mengajarkan satuan atau unit metari pelajaran dengan memusatkan pada keseluruhan proses atau situasi belajar untuk mencapai tujuan”.

Dari kedua pendapat tersebut, maka guru sebagai orang yang bertanggung jawab harus mampu menciptakan kegiatan belajar mengajar untuk mencapatkan hasil belajar semaksimal mungkin, dengan tidak mengesampingkan keterlibatan siswa untuk memproseskan cara perolehannya. Oleh karena itu guru harus mampu memiliki dan menetapkan metode mengajar yang paling efektif dan efesien sesuai dengan kondisi datau situasinya, dan kemudian menetapkan alat-alat atau sumber-sumber yang diperlukan untuk memberikan kegiatan dan pengalaman belajar siswa yang akan mengajarkan materi pelajaran sesuai dengan tujuan interaksional.

b. Kriteria pemilihan metode belajar mengajar

Mewujudkan proses belajar mengajar yang menekankan pada pendekatan keterampilan proses, harus didukung oleh metode mengajar yang sesuai. Metode mengajar harus berpedoman pada prinsip belajar aktif, sehingga dalam proses belajar mengajar perhatian utama harus ditujukan kepada siswa yang belajar. Proses mengajar harus mengembangkan cara belajar untuk mendapatkan, mengolah, menggunakan dan mengkombinasikan perolehannya.

Pendekatan keterampilan proses dan cara belajar siswa aktif harus diterapkan dalam mata pelajaran, sesuai dengan karakteristik mata pelajaran itu baik ditinjau dari ilmu maupun dari segi pengajaran hubungannya dengan tingkat perkembangan intelektual siswa. Metode yang digunakan disesuaikan dengan pokok bahasan atau masalah yang dikembangkan dengan kegiatan itu, sebaiknya mengharuskan siswa berperan aktif didalamnya.

Dalam setiap pelajaran guru hendaknya memberikan kesempatan sebanyak mungkin kepada siswa untuk memeriksa dan membuktikan kebenaran suatu informasi atau pengalaman. Untuk mendukung terlaksananya kesempatan semacam itu maka guru perlu meningkatkan kemampuan profesionalnya. Dengan demikian keterlibatan mental siswa akan betul-betul terwujud semaksimal mungkin, karena tidak ada satu metode mengajar yang baik untuk semua materi pelajaran dan untuk semua materi pelajaran dan untuk semua situasi belajar maka guru harus memilih berbagai metode mengajar yang memadai.

Suatu metode mengajar, khususnya IPA harus memiliki kriteria (Moh. Amien, 1987:99) sebagai berikut : (1) dapat mengarahkan perhatian siswa terhadap hakikat belajar IPA yang spesifik sehingga ia akan mengetahui dengan pasti tentang apa yang diharapkan, (2) dapat memberikan atau motivasi belajar IPA, (3) dapat meningkatkan interest terhadap IPA, (4) dapat memberikan umpan balik dengan segera, (5) dapat memberikan kesempatan untuk mengusai dengan kecepatan/kemampuan sendiri, (6) dapat menghindarkan dari frustasi dan kegagalan, (7) dapat meningkatkan transfer of learning pada situasi di luar kelas, (8) dapat mengembangkan dan membina sikap positif terhadap diri sendiri, guru, materi pelajaran dan proses pendidikan pada umumnya.

Dalam menentukan kegiatan belajar mengajar itu, harus diperhatikan pula sumber-sumber instruksional yang berkaitan dengan pemilihan kegiatan mengajar (metode mengajar) dan kegiatan belajar siswa, antara lain pemilihan alat-alat pendukung/media yang dapat memberikan motivasi kepada siswa dan memberikan cara yang efektif untuk menjelaskan dan melukiskan isi/materi pelajaran IPA.

  1. Metode Resitasi

Salah satu metode yang digunakan dalam pengajaran kimia adalah metode resitasi.

Imansjah Alipandie (1984:91) dalam bukunya yang berjudul “Didaktik Metodik Pendidikan Umum” mengemukakan bahwa :

Metode resitasi adalah cara untuk mengajar yang dilakukan dengan jalan memberi tugas khusus kepada siswa untuk mengerjakan sesuatu di luar jam pelajaran. Pelaksanaannya bisa dirumah, diperpustakaan, dilaboratorium, dan hasilnya dipertanggungjawabkan.

Sedangkan Slameto (1990:115) mengemukakan :

Metode resitasi adalah cara penyampaian bahan pelajaran dengan memberikan tugas kepada siswa untuk dikerjakan diluar jadwal sekolah dalam rentangan waktu tertentu dan hasilnya harus dipertanggungjawabkan kepada guru.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa metode resitasi adalah pemberian tugas kepada siswa di luar jadwal sekolah atau diluar jadwal pelajaran yang pada akhirnya dipertanggungjawabkan kepada guru yang bersangkutan.

Metode resitasi merupakan salah satu pilihan metode mengajar seorang guru, dimana guru memberikan sejumlah item tes kepada siswanya untuk dikerjakan di luar jam pelajaran. Pemberian item tes ini biasanya dilakukan pada setiap kegiatan belajar mengajar di kelas, pada akhir setiap pertemuan atau akhir pertemuan di kelas.

Pemberian tugas ini merupakan salah satu alternatif untuk lebih menyempurnakan penyampaian tujuan pembelajaran khusus. Hal ini disebabkan oleh padatnya materi pelajaran yang harus disampaikan sementara waktu belajar sangat terbatas di dalam kelas. Dengan banyaknya kegiatan pendidikan di sekolah dalam usaha meningkatkan mutu dan frekuensi isi pelajaran, maka sangat menyita waktu siswa utnuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar tersebut. Rostiyah (1991:32) menyatakan bahwa untuk mengatasi keadaan seperti diatas, guru perlu memberikan tugas-tugas diluar jam pelajaran. Sumiati Side (1984:46) menyatakan bahwa pemberian tugas-tugas berupa PR mempunyai pengaruh yang positif terhadap peningkatan prestasi belajar kimia.

Salah satu strategi belajar kimia yang baik adalah memperbesar frekuensi pengulangan materi/ dengan memperbanyak latihan soal-soal sehingga menjadi suatu keterampilan yang dapat melatih diri mendayagunakan pikiran.

Tampaknya pemberian tugas kepada siswa untuk diselesaikan di rumah, di laboratorium maupun diperpustakaan cocok dalam hal ini, karena dengan tugas ini akan merangsang siswa untuk melakukan latihan-latihan atau mengulangi materi pelajaran yang baru didapat disekolah atau sekaligus mencoba ilmu pengetahuan yang telah dimilikinya, serta membiasakan diri siswa mengisi waktu luangnya di luar jam pelajaran. Dengan sendirinya telah berusaha memperdalam pemahaman serta pengertian tentang materi pelajaran. Teori Stimulus-Respon (S – R) mendukung dalam hal ini yaitu :

Prinsip utama belajar adalah pengulangan. Bila S diberikan kepada obyek maka terjadilah R. Dengan latihan, asosiasi antara S dan R menjadi otomatis. Lebih sering asossosiasi antara S dan R digunakan makin kuatlah hubungan yang terjadi, makin jarang hubungan S dan R dipergunakan makin lemahlah hubungan itu (Herman Hudoyo, 1990 : 5).

Di dalam suatu kelas, tingkat kemampuan siswa cukup heterogen, sebagian dapat langsung mengeri pelajaran hanya satu kali penjelasan oleh guru, sebagian dapat mengerti bila diulangi dua atau tiga kali materinya dan sebagian lagi baru dapat mengerti setelah diulangi di rumah atau bahkan tidak dapat mengerti sama sekali.

Umumnya seorang guru mengatur kecepatan mengajarnya sesuai dengan keadaan rata-rata siswa dengan beberapa penyesuaian terhadap yang kurang mampu ataupun yang dianggap pandai. Walaupun demikian kemungkinan sebagian besar siswa cara belajarnya belum sesuai benar, bagi mereka masa belajar di kelas merupakan ajang untuk memulai materi. Pemberian tugas-tugas untuk diselesaikan di rumah, diperpustakaan maupun di laboratorium akan memberikan kesempatan untuk belajar aktif yang sesuai dengan irama kecepatan belajarnya. Hal ini merupakan pengalaman belajar yang sejati bagi individu yang bersangkutan.

Memberikan tugas-tugas kepada siswa berarti memberi kesempatan untuk mempraktekkan keterampilan yang baru saja mereka dapatkan dari guru disekolah, serta menghafal dan lebih memperdalam materi pelajaran. Peranan penugasan kepada siswa sangat penting dalam pengajaran, hal ini dijelaskan oleh I. L. Pasaribu :

Metode tugas merupakan suatu aspek dari metode-metode mengajar. Karena tugas-tugas meninjau pelajaran baru, untuk menghafal pelajaran yang sudah diajarkan, untuk latihan-latihan, dengan tugas untuk mengumpulkkan bahan, untuk memecahkan suatu masalah dan seterusnya (I. L. Pasaribu, 1986:108)

Dalam memberikan tugas kepada siswa, guru diharuskan memeriksa dan memberi nilai. Rostiyah (1991:113) mengemukakan bahwa dengan mengevaluasi tugas yang diberikan kepada siswa, akan memberi motivasi belajar siswa.

Adapun prosedur metode resitasi yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengajaran kimia antara lain : memperdalam pengertian siswa terhadao pelajaran yang telah diterima, melatih siswa ke arah belajar mandiri, dapat membagi waktu secara teratur, memanfaatkan waktu luang, melatih untuk menemukan sendiri cara-cara yang tepat untuk menyelesaikan tugas dan memperkaya pengalaman di sekolah melalai kegiatan di luar kelas (Sri Anitah Wiryawan, 1990:30).

Selanjutnya, metode resitasi ini dianggap efektif Imansyah Alipandie bila hal-hal berikut ini dapat dilaksanakan yaitu : merumuskan tujuan khusus yang hendak dicapai, tugas yang diberikan harus jelas, waktu yang disediakan untuk menyelasaikan tugas harus cukup (Imansyah Alipandie, 1984:93). Sudirman (1992:145) dalam bukunya yang berjudul “Ilmu Pendidikan” langkah-langkah yang ditempuh dalam pendekatan pelaksanaan metode resitasi yaitu :

1. Tugas yang diberikan harus jelas

2. Tempat dan lama waktu penyelesaian tugas harus jelas.

3. Tugas yang diberikan terlebih dahulu dijelaskan/diberikan petunjuk yang jelas, agar siswa yang belum mampu memahami tugas itu berupaya untuk menyelesaikannya.

4. Guru harus memberikan bimbingan utamanya kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar atau salah arah dalam mengerjakan tugas.

5. Memberi dorongan terutama bagi siswa yang lambat atau kurang bergairah mengerjakan tugas (Sudirman, 1992 : 145)

Metode resitasi mempunyai kelebihan dan kelemahan dalam proses belajar mengajar. Adapun kelebihan metode resitasi adalah anak menjadi terbiasa mengisi waktu luangnya, memupuk rasa tanggung jawab, melatih anak berfikir kritis, tekun, giat dan rajin. Sedangkan kelemahan metode resitasi antara lain : tidak jarang pekerjaan yang ditugaskan itu diselesaikan dengan jalan meniru, karena perbedaan individual anak tugas diberikan secara umum mungkin beberapa orang diantaranya merasa sukar sedang yang lain merasa mudah menyelesaikan tugas itu dan apabila tugas sering diberikan maka ketenangan mental pada siswa terpengaruh (Imanjah Alipandie, 1984:92)

  1. Metode konvensional

Suatu metode pengajaran yang dominan dipergunakan oleh guru dalam mengadakan hubungan siswa pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar yang dikenal engan metode konvensional. Dalam kamus bahasa Indonesia istilah konvensional diartikan sebagai “Menurut apa yang sudah menjadi kebiasaan (tradisional)”.

Iskandar Wiryokusumo (1982:39) mengatakan bahwa :

Pengajaran secara tradiosional diartikan melaksanakan tugas dengan mendasarkan diri pada tradisi atau apa yang telah dilaksanakan oleh para guru/pendidik dahulu tanpa ada usaha untuk memperbaiki dengan daya kreasi yang ada padanya.

Jadi metode konvensional yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah metode penyampaian materi pelajaran berdasarkan petunjuk yang ada di GBPP dalam penyajian ilmu kimia. Untuk penyajian ilmu kimia digunakan metode ceramah tidak murni oleh guru, yakni guru menjelaskan materi pelajaran, sementara siswa memperhatikan dan mencatat hal-hal yang dianggap penting.

Pembelajaran kimia melalui teknik konvensional telah mengarah pada pelaksanaan kuliah. Kegiatan instruksional dalam bentuk ini menggunakan proporsi ceramah lebih besar dibandingkan lainnya. Kegiatan ini mengkomunikasikan informasi yang telah jadi dan terorganisasi sehingga kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan terlibat secara mental dalam proses belajar mengajar kurang dibandingkan dengan metode lainnya.

Komunikasi yang digunakan guru dalam proses belajar mengajar didominasi satu arah. Siswa lebih banyak mendengarkan dan mencatat informasi yang dikemukakan oleh guru. Kesempatan bagi siswa untuk bertanya sangat sedikit, apa kagi untuk mengemukakan hasil-hasil pemikirannya terhadap berbagai masalah yang selalu mengganjal pikirannya. Proses belajar mengajar melalui pendekatan konvensional, sebagian besar atau bahkan keseluruhan konsep atau prinsip disiapkan secara baik oleh guru untuk disajikan secara verbal di dalam kelas.

Kombinasi metode mengajar antara dua sampai tiga metode mengajar merupakan suatu keharusan dalam proses belajar mengajar. Metode ceramah sekaligus banyak kelemahannya tidak mungkin ditinggalkan, sebab ceramah diperlukan untuk menyampaikan informasi melalui penuturan bahan verbal. Ceramah dapat digunakan pada awal kegiatan dan pada akhir pelajaran sebagai penutu pelajaran, misalnya dalam mengumpulkan bahan pelajaran.

  1. Tinjauan tentang laju reaksi

a. Pengertian laju reaksi

Kalau kita mempelajari ilmu kimia, maka suatu hal yang penting sekali adalah reaksi kimi. Reaksi kimia memberi gambaran mengenai hasil apa yang akan diperoleh apabila zat-zat tertentu bereaksi. Disamping itu reaksi kimia juga memberi informasi mengenai jumlah zat yang bereaksi dan jumlah hasil reaksi, sesuai dengan hukum kekekalan massa.

Pada umumnya reaksi-reaksi kimia berlangsung dengan kecepatan yang berbeda-beda. Ada reaksi yang berjalan dengan cepat sekali, misalnya reaksi penetralan asam oleh basa dan reaksi peledakan dinamit. Ada pula reaksi yang berlangsung sangat lambat sehingga seakan-akan tidak berjalan sama sekali, misalnya reaksi antara hidrogen dan oksigen, yang tanpa katalis campuran kedua zat ini dapat disimpan untuk jangka waktu yang cukup lama sebelum dapat teramati hasil reaksinya, yaitu air. Penambahan serbuk platina sebagai katalis menyebabkan reaksi ini berjalan sangat eksplosif.

Dalam suatu reaksi terjadi perubahan pereaksi menjadi hasil reaksi. Ada 2 macam perubahan, yaitu perubahan sifat dan perubahan jumlah. Perubahan sifat menyatakan perubahan pereaksi menjadi hasil reaksi. Sedangkan perubahan jumlah menyatakan jumlah pereaksi yang berubah menjadi hasil reaksi atau menyatakan jumlah hasil reaksi yang terbentuk dari pereaksi. Jumlah pereaksi yang berubah itu atau jumlah hasil reaksi yang terbentuk dalam waktu tertentu disebut laju reaksi. Misalkan zat A dan B bereaksi membentuk zat C, maka pada saat permulaan zat A dan zat B bereaksi, zat C masih belum ada. A + B = C, pada waktu reaksi berlangsung, zat C terbentuk dan makin lama jumlahnya berkurang dan makin lama makin menjadi sedikit. Apabila zat A, zat B, dan zat C berada dalam larutan atau berada dalam keadaan gas, maka banyaknya zat-zat tersebut dapat dinyatakan dalam konsetrasi. Jadi, pada reaksi diatas dapat dinyatakan bahwa pada waktu reaksi berlangsung, konsentrasi zat C (hasil reaksi) bertambah lama bertambah besar, sedangkan konsentrasi zat A dan konsentrasi zat B (pereaksi) bertambah lama bertambah kecil.

Dari uraian diatas, laju reaksi dapat dinyatakan sebagai perubahan konsentrasi pereaksi atau hasil reaksi dalam satuan waktu.

b. Pentingnya pengetahuan tentang laju reaksi

Setiap hari kita selalu bergaul dengan benda-benda yang dihasilkan oleh industri kimia. Tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa kita hidup dalam “dunia kimia”. Zat di alam semesta yang tiada terhingga jenisnya hanya ada melalui reaksi kimia.

Ada dua aspek yang penting dalam mempelajari reaksi kimia yaitu, pertama apakah suatu reaksi mungkin terjadi pada kondisi tertentu. Hal ini dapat diketahui dari pertimbangan energetika, yang membahas hubungan energi antara pereaksi dan hasil reaksi. Kedua, suatu reaksi dapat berlangsung pada kondisi tertentu, bagaimanakah dan kecepatan berapakah reaksi itu berjalan. Dalam hal ini energetika tidak dapat memberikan informasi apa-apa.

Dalam energetika dapat diketahui apakah suatu reaksi berlangsung atau tidak, tetapi tidak dapat diketahui kecepatan berlangsungnya reaksi tersebut. Pengetahuan tentang laju reaksi sangat membantu dalam menentukan suatu keputusan, misalnya berapa lama bahan makanan dapat disimpan sebelum menjadi busuk atau berapa banyak gas yang dimasukkan ke mesin untuk mempercepat proses pembakaran.

Reaksi berlangsung sangat cepat, misalnya pembakaran bahan bakar roket, dan ada pula yang sangat lambat, misalnya perkaratan besi. Oleh karena itu untuk memahami suatu reaksi diperlukan teori-teori yang berhubungan dengan permasalahan tersebut.

Banyak reaksi-reaksi kimia yang dapat dimanfaatkan dalam proses industri untuk mengolah bahan mentah menjadi bahan jadi. Dapat memanfaatkan reaksi-reaksi ini untuk keperluan industri adalah sangat penting lebih-lebih jika mengingat bahwa bumi Indonesia banyak mengandung mineral-mineral dan tumbuh-tumbuhan yang sangat berharga.

Salah satu contoh proses kimia yang penting dan erat sekali hubungannya dengan bahan alam yang terdapat dibumi kita ini adalah pembuatan asam sulfat. Keperluan akan asam sulfat semakin lama semakin bertambah sesuai dengan perkembangan atau kemajuan suatu negara. Bahkan ada yang mengatakan bahwa besarnya konsumsi asam sulfat pertahun oleh suatu negara dapat dipakai sebagai ukuran kemajuan teknologi negara itu. Karena kedudukannya yang sangat penting itu maka kita perlu pelajari bagaimana membuat asam sulfat tersebut. Pengetahuan tentang laju reaksi akan membantu kita dalam hal ini, pada kondisi yang bagaimanakah yang diperlukan agar reaksinya dapat berjalan dengan baik.

Dari uraian tersebut diatas maka jelaslah bagi kita betapa pentingnya pengetahuan tentang laju reaksi. Pengetahuan tentang laju reaksi membantu kita memahami reaksi-reaksi kimia dari yang sederhana sampa kepada yang rumit. Dari pembakaran kayu sampai kepada reaksi nulir di dalam reaktor nuklir.

Ditinjau dari segi teknologi maka pengetahuan tentang laju reaksi adalah penting sekali dalam penentuan kondisi-kondisi yang diperlukan untuk melaksanakan suatu reaksi secara cepat dan ekonomis.

Prestasi belajar yang dicapai oleh siswa sangat bergantung bagaimana seorang guru menggunakan metode mengajar yang sesuai dengan pokok bahasan yang diajarkan walapun disadari masih banyak faktor lain yang turut menentukan.

Salah satu metode yang dapat meningkatkan prestasi belajar kimia yakni metode pengajaran resitasi.

Belajar dengan metode resitasi, siswa akan terlatih dalam mempelajari suatu masalah dengan mengarahkan kemampuan sendiri yang pada gilirannya siswa akan terbiasa mengisi waktu luangnya di luar jam pelajaran di sekolah, baik di perpustakaan maupun di laboratorium.

Belajar dengan metode konvensional, peranan guru lebih dominan daripada siswa, yang menyebabkan siswa cenderung pasif. Pengetahuan anak pada materi pelajaran bersifat mengambang. Hal ini menyebabkan siswa yang daya ingatannya lemah akan mudah melupakan bahan pelajaran yang telah diterimahnya. Dengan demikian hasil belajar optimal yang harapkan dari siswa akan berkurang pula.

Dalam penelitian ini pengajaran yang dilaksanakan adalah metode konvensional dari dua kelompok, hanya bedanya pada kelompok yang satu ditambahkan dengan metode resitasi.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka besar dugaan akan adanya perbedaan prestasi belajar antara siswa yang diberikan metode pengajaran resitasi dan siswa yang tidak diberikan pengajaran resitasi. Dengan demikian metode resitasi penting dilaksanakan dalam pengajaran kimia untuk memancing keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Variabel dan Desain Penelitian

  1. Variabel penelitian

Penelitian ini terdiri dari 2 macam variabel yaitu :

a. Metode mengajar sebagai variabel independen (bebas) dengan level :

    1. Pengajaran kimia yang diberikan metode resitasi
    2. Pengajaran kimia yang tidak diberikan metode resitasi

b. Prestasi belajar kimia siswa kelas II SMA Negeri 1 Watansoppeng sebagai variabel dependen (terikat)

  1. Desain penelitian

Desain eksprimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah “post test only proup design” yang digambarkan sebagai berikut :

R Q S

R Q

Keterangan :

R : pengacakan atau random

Q : pengajaran konvensional

S : pengajaran kimia yang diberikan metode resitasi

– : Pengajaran kimia yang tidak diberikan metode resitasi

Hal ini berarti bahwa RQS adalah kelompok siswa yang ditentukan secara undian, yang disebut kelompok eksprimen. Dan RQ– adalah kelompok kontrol. Kedua kelompok ini diberikan pengajaran konvensional. Hanya pada kelompok eksprimen yang ditambahkan pengajaran resitasi.

B. Defenisi Operasional Variabel

Untuk menghindari perbedaan pengertian variabel – variabel dalam penelitian ini, maka diberi defenisi operasional variabel sebagai berikut :

    1. Metode resitasi adalah metode belajar mengajar berupa pemberian tugas kepada siswa, tidak sekedar dilaksanakan dirumah, melainkan dapat dikerjakan di perpustakaan, dan di laboratorium dan hasilnya harus dipertanggungjawabkan.
    2. Metode konvensional adalah cara penyajian materi pengajaran yang sudah menjadi kebiasaan dilakukan oleh guru dalam proses belajar mengajar yang telah disusun berdasarkan tujuan yang ingin dicapai.
    3. Prestasi belajar kimia adalah hasil yang diperoleh siswa setelah menempuh proses belajar yang ditunjukkan oleh skor yang diperoleh dari tes prestasi belajar kimia.

C. Populasi dan Sampel

Populasi dari penelitian ini adalah semua siswa kelas II SMA Negeri 1 Watansoppeng tahun ajaran 1996/1997 yang terdiri atas enam kelas. Adapun sebaran populasi yang dimaksud sebagaimana tercantum dalam tabel berikut :

Tabel 1. Sebaran Populasi Siswa Kelas II SMA Negeri 1 Watansoppeng Tahun Ajaran 1996/1997.

Nomor

Kelas

Jumlah Siswa

1

2

3

4

5

6

II1

II2

II3

II4

II5

II6

46 orang

46 orang

48 orang

46 orang

43 orang

49 orang

Sampel yang dipilih dua kelas yang dibagi menjadi kelompok eksprimen dan kelompok kontrol yang ditentukan secara acak. Dari seluruh siswa kelas II SMA Negeri 1 Watansoppeng yang jumlahnya enam kelas yakni II1 sampai II6, diambil secara acak sebanyak dua kelompok sampel. Dengan cara ini maka yang menjadi kelompok sampel adalah II4 dan II5. kelas II4 dikenakan sebagai kelompok kontrol dan kelas II5 dikenakan sebagai kelompok eksprimen yang ditentukan secara undian.

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini diadakan observasi langsung pada lokasi penelitian dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan izin penelitian pada Kepala Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan melalui Rektor IKIP Ujungpandang. Setelah itu instrumen disusun lalu diujicobakan.

Instrumen atau alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes prestasi belajar kimia. Tes prestasi belajar kimi disusun berdasarkan GBPP SMA 1994. tes tersebut dimaksudkan untuk mengukur tingkat penguasaan siswa kelas Kelas XI SMA Negeri 1 Liliriaja tahun ajaran 1996/1997 dalam bidang studi kimia. Bentuk tes yang digunakan dilengkapi dengan lima pilihan jawaban. Salah satu diantara lima pilihan jawaban tersebut adalah merupakan kunci, sedangkan pilihan jawaban yang lain merupakan jawaban salah atau pengecoh. Responden yang menjawab sesuai dengan kunci diberi skor 1 (satu), sedangkan yang selain kunci diberi skor 0 (nol) untuk masing-masing item. Jumlah skor keseluruhan item untuk masing-masing responden menunjukkan tingkat penguasaan responden terhadap materi pelajaran kimia.

Tes prestasi belajar kimia diujicobakan lalu dianalisis sebelum digunakan pada penelitian yang sebenarnya. Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi soal-soal yang baik, kurang baik, dan soal jelek. Komponen yang dianalisis dalam penelitian ini adlah validitas item, reliabilitas tes, tingkat kesukaran item, dan daya diskriminasi item.

  1. Analisis validitas item

Perhitungan validitas item menggunakan rumus “korelasi biserial”, yaitu :

g

(Suharsimi, 1993:76)

Keterangan :

gpbi : koefisien korelasi biserial

Mp : rata-rata skor dari subyek yang menjawab benar bagi item yang dicari validitasnya

Mt : rata-rata skor total

St : standar deviasi dari skor total

p : proporsi siswa yang menjawab benar

q : proporsi siswa yang menjawab salah

(q = 1 – p)

Kriteria yang digunakan untuk menentukan validitas item adalah sebagai berikut :

Koefisien Korelasi

Validitas Item

0,80 – 1,00

0,60 – 0,80

0,40 – 0,60

0,20 – 0,40

0,00 – 0,20

Sangat tinggi

Tinggi

Cukup

Rendah

Sangat rendah

Item yang didrop atau dibuang adalah item yang mempunyai koefisien korelasi dibawah 0,40.

  1. Analisis reliabiltas tes

Perhitungan reliabilitas tes menggunakan rumus “pembelahan ganjil-genap”, yaitu :

(Suharsimi, 1993:90)

Dimana :

Rxx : reliabilitas seluruh soal

Rgg : reliabilitas setengah soal

X : skor item ganjil

Y : skor item genap

N : jumlah siswa yang dites

Kriteria : jika rxx > rtabel berarti soal cukup reliabel

  1. Analisis tingkat kesukaran item

Rumus untuk mencari indeks/tingkat kesukaran item adalah :

(Suharsimi, 1993:222)

Dimana : PA = dan PB =

Keterangan :

P : indeks kesukaran item

PA : proporsi kelompok atas yang menjawab benar

PB : proporsi kelompok bawah yang menjawab benar

BA : banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar

BB : banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab benar

JA : jumlah peserta kelompok atas

JB : jumlah peserta kelompok bawah

Kriteria indeks kesukaran adalah :

P = 0,00 – 0,30 : soal sukar

P = 0,31 – 0,70 : soal sedang

P = 0,71 – 1,00 : soal gampang

Soal yang paling baik adalah soal yang mempunyai indeks kesukaran P = 0,31 – 0,70 : soal sedang.

  1. Analisis daya diskriminasi item.

Rumus yang digunakan untuk mencari daya diskriminasi item adalah :

D = PA – PB

(Suharsimi, 1993 : 216)

Dimana :

PA: proporsi kelompok atas yang menjawab benar

PB : proporsi kelompok bawah yang menjawab benar

D : daya diskriminasi item

Kriteria daya diskrimnasi item adlah :

D = 0,00 – 0,20 : soal jelek (buruk)

D = 0,21 – 0,40 : soal cukup

D = 0,41 – 0,70 : soal baik

D = 0,71 – 1,00 : soal baik sekali

D negatif, semuanya tidak baik, sebaiknya dibuang saja atau direfisi kembali.

Soal yang didrop (dibuang) dalam penelitian adalah soal daya diskriminasinya 0,20 ke bawah.

Uji coba instrumen dilaksanakan pada tanggal 11 Nopember 1996. Subyek uji coba diambil siswa kelas Kelas XI IA1 SMA Negeri 1 Liliriaja yang berjumlah 11 orang. Jumlah item yang diujicobakan sebanyak 50, setelah dianalisis menjadi 30 item sehingga terdapat 20 item yang gugur. Item-item yang gugur (drop) ini adalah item-item yang mempunyai nilai gpbi <>

2. Tahap Perlakuan

Pada awal penelitian ini, peneliti berkonsultasi secara langsung dengan Wakasek Bidang Kurikulum dan guru bidang studi kimia yang menangani kelas XI, dalam hal ini membicarakan tentang jadwal pelajaran, materi dan metode penyajian materi pelajaran, serta siapa yang memberikan materi pelajaran. Pokok bahasan yang diambil dalam penelitian ini adalah satu pokok bahasan pada cawu III, yaitu laju reaksi. Pokok bahasan ini terdiri dari 6 jam pelajaran berdasarkan GBPP 1994.

Dari hasil konsultasi dengan Wakasek Bidang Kurikulum dan guru bidang studi kimia yang menangani kelas II, maka penyajian materi pelajaran dilakukan oleh peneliti sendiri. Pada kelompok eksprimen diberikan metode resitasi setelah proses belajar mengajar. Sedangkan pada kelompok kontrol tidak diberikan metode resitasi. Setelah pokok bahasan berakhir maka diadakan tes pada kedua kelompok tersebut.

D. Tahap Pengumpulan Data

Sebagaimana yang telah diuraikan di atas bahwa pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti menggunakan teknik tes, dimana tes sebagai instrumen pengumpul data yang akan dianalisis nantinya. Adapun waktu pelaksanaan pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dilakukan pada hari senin tanggal 16 Desember 1996 dikelas XI IA2 dan XI IA3 yang dibantu oleh guru bidang studi kimia.

E. Teknik Analisa Data

Untuk pengujian hipotesis, data prestasi belajar siswa dari kedua kelompok, baik kelompok eksprimen maupun kelompok kontrol diolah atau dianalisis dengan menggunakan statistik inferensial. Sebelum diadakan pengujian prasyarat analisis.

1. Uji prasyarat analisis

Uji prasyarat dalam penelitian ini meliputi uji normalitas dan uji homogenitas varians. Dalam hal ini mean () dan simpangan baku (S) yang banyakk digunakan untuk keperluan uji prasyarat analisis dihitung dengan menggunakan kalkulator merek Casio fx-3800P. Hal ini dilakukan karena data sampel yang relatif kecil jumlahnya sheingga perhitungannya dapat dilakukan dengan mudah meskipun tanpa menggunakan tabel distribusi frekwensi.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas data penelitian digunakan uji Chi-kuadrat dengan rumus :

l2 =

Keterangan :

k : banyaknya kelas interval

Oi : frekwensi pengamatan

Ei : frekwensi yang diharapkan

Kriteria pengujian yang digunakan yaitu chi kuadrat dengan dk = k – 3 dan taraf nyata (a) = 0,05 adalah distribusi normal jika l2 (1 - a)(dk), dan jika l2 (1 - a)(dk) distribusi tidak normal.

Prosedur penelitian :

a) Pengelompokkan data dalam tabel distribusi frekwensi

b) Menentukan batas kelas interval untuk menghitung luas di bawah kurva normal dari tiap interval

c) Menentukan angka standar (z) untuk kelas dengan rumus :

(Sudjana, 1992 : 138)

Keterangan :

Xi : batas kelas

: rata-rata hitung

S : simpangan baku atau standar deviasi

d) Menentukand aerah kurva normal tiap kelas dengan menggunakan tabel kurva normal.

e) Menghitung luas daerah di bawah kurva normal dengan mengurangkan daerah kurva normal yang lebih tinggi dengan daerah kurva normal yang lebih rendah yang mengapit di bawah kurva normal. Khusus daerah yang diapit oleh daerah kurva normal positif dan negatif dijumlahkan.

f) Harga Ei diperoleh dari hasil perkalian banyaknya sampel dengan luas daerah di bawah kurva normal untuk interval yang bersangkutan.

g) Selanjutnya uji chi-kuadrat untuk menentukan normalitas

b. Uji homogenitas varians

Untuk menguji homogenitas digunakan nuji Bartlet. Pada uji Bartlet digunakan statistik chi-kuadrat dengan rumus :

= (ln 10) (B Р̴ (dk) log )

Dimana : B = (log S2) ̴ (ni Р1)

S2 = (̴(ni Р1) (/ ̴ (ni Р1))

dk = ni – 1

ni = jumlah anggota pada sampel tertentu

Kriteria homogen yaitu :

Jika < X2(1 - a) (k -1)

(Sudjana, 1992, 263)

2. Pengujian hipotesis

Untuk pengujian hipotesis digunakan statistik inferensi yaitu uji perbedaan dua rata-rata dengan hipotesis sepihak yaitu uji pihak kanan, dengan syarat kedua sampel berdistribusi normal.

Adapun statistik uji – t yang digunakan jika varians homogen yaitu :

Dimana : S2 =

Keterangan :

: rata-rata hitung prestasi belajar kelompok eksprimen

: rata-rata hitung prestasi belajar kelompok control

S : standar deviasi gabungan

S1 : standar deviasi kelompok eksprimen

S2 : standar deviasi kelompok kontrol

n1 : jumlah sampel kelompok eksprimen

n2 : jumlah sampel kelompok kontrol

Hipotesis penelitian yang akan diuji adalah :

H0 : m1 = m2

H1 : m1 > m2

Kriteria pengujiannya adalah :

Ho ditolak, H1 diterima jika thitung > t(1-a) (dk) dengan derajat kebebasan (dk) = n1 + n2 – 2, pada taraf nyata (a) = 0,05.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Penyajian Hasil Penelitian

  1. Gambaran umum data yang diperoleh

Untuk mendapatkan gambaran tentang karakteristik distribusi skor tiap-tipa variabel penelitian, maka pada bagian ini akan disajikan jumlah populasi, jumlah sampel, harga mean (), dan simpangan baku. Besarnya populasi dari penelitian ini sebanyak 278 orang yang terdiri dari kelas II1 46 orang, kelas II2 46 orang, kelas II3 48 orang, kelas II4 46 orang, kelas II5 43 orang, kelas II6 49 orang. Sedangkan distribusi sampel berjumlah 89 orang yang terdiri dari 46 orang kelas kelas II4 dan 43 orang kelas II5. distribusi populasi dan sampel penelitian dapat dilihat pada tabel 1.

Berdasarkan pada hasil perhitungan prestasi belajar kimia siswa untuk kelompok eksprimen (lampiran A.1) yakni kelompok siswa yang diberikan metode resitasi, diperoleh rata-rata skor adalah 22,19 dengan standar deviasi 3,39. Skor maksimun 27 dan skor minimun dari 13 skor total sebesar 30.

Untuk kelompok kontrol (lampiran A.2) rata-rata skor prestasi belajar kimia adalah 19,80 dengan standar deviasi 3,54. skor maksimun 26 dan skor minimun 11 dari skor total sebesar 30.

  1. Pengujian prasyarat analisis

a. Uji Normalitas

Dari hasil perhitungan pada lampiran C.1.1 untuk kelompok eksprimen diperoleh uji chi-kuadrat, X2hitung = 5,6304. Pada taraf siginifikan a = 0,05 dan derajat kebebasan dk = 3, diperoleh harga X2tabel = 7,81. Dengan demikian harga chi-kuadrat hitung lebih kecil dari pada chi kuadrat tabel. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kelompok eksprimen berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Sedangkan pada lampiran C.1.2 untuk kelompok kontrol diperoleh hasil uji chi-kuadrat, X2hitung = 4,2798. Pada taraf signifikan a = 0,05 dan derajat kebebasan dk = 3, diperoleh harga X2tabel = 7,81. Dengan demikian harga chi kuadrat hitung lebih kecil dari pada harga chi-kuadrat tabel. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kelompok kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

b. Uji homogenitas varians

dari hasil penelitian perhitungan pada lampiran C.2 diperoleh harga = 0,0905, sedangkan pada taraf nyata a = 0,05 dan derajat kebebasan dk = k-1 = 2-1 = 1, adalah 3,84. karena lebih kecil dari pada , maka dapat disimpulkan bahwa kelompok eksprimen dan kelompok kontrol mempunyai varians yang homogen.

3. Pengujian hipotesis

Dari hasil perhitungan pada uji normalitas dan uji homogenitas varians diketahui bahwa kedua kelompok berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan mempunyai varians yang homogen. Oelh karena itu untuk pengujian hipotesis digunakan statistik uji-t.

Hasil perhitungan pada lampiran diperoleh harga th = 3,2488, sedangkan harga tt = 1,665 pada taraf nyata a = 0,05 dan dk = 87.

Adapun rumusan hipotesis yang akan diuji adalah : Ho : m1 m2 dan H1 : m1 > m2.

Karena thitung lebih besar dari ttabel, maka hipotesis H1 diterima dan hipotesis Ho ditolak, artinya hipotesis penelitian diterima, jadi prestasi belajar kimia siswa yang diberikan metode resitasi lebih tinggi daripada prestasi belajar kimia siswa yang tidak diberikan metode resitasi.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh gambaran tentang adanya perbedaan nyata antara prestasi belajar kimia siswa yang diberikan metode resitasi dengan prestasi belajar kimia siswa yang tidak diberikan metode resitasi. Artinya prestasi belejar kimia siswa yang diajar dengan memberikan metode resitasi lebih tinggi daripada prestasi belajar kimia siswa yang tidak diberikan metode resitasi.

Hasil penelitian ini relevan dengan teori yang dikemukakan oleh Slameto pada tinjauan pustaka agar siswa berhasil dalam belajarnya, perlulah mengerjakan tugas dengan sebaik-baiknya. Hal ini dimungkinkan aktifitas belajar siswa dapat ditingkatkan, sehingga prestasi belajar siswa dapat meningkat pula.

Siswa yang diberikan metode resitasi setelah proses belajar mengajar akan tahu sasaran yang akan mereka capai, sehingga dapat mengarahkan mereka dalam belajarnya. Lain halnya dengan siswa yang tidak diberikan metode resitasi, mereka tidak tahu tujuan apa yang diharapkan dicapai dalam proses belajarnya. Dengan demikian pembelajaran menjadi kurang efektif.

Dari uraian di atas dapat dimengerti sebab terjadinya perbedaan prestasi belajar kimia siswa yang diberikan metode resitasi dengan siswa yang tidak diberikan metode resitasi.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil analisis data dan pengujian hipotesis yang menggunakan statistik uji-t dapatlah disimpulkan bahwa pemberian metode resitasi berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi belajar kimia siswa.

B. Saran-saran

Berikut ini dikemukakan beberapa saran sehubungan dengan data hasil penelitian :

1. Untuk memperoleh hasil belajar mengajar yang semaksimal, sebaiknya guru bidang studi memberikan metode resitasi setelah proses belajar mengajar. Karena dengan pemberian tujuan ini, akan dapat mengarahkan serta memancing keaktifan siswa dalam belajarnya.

2. Diharapkan adanya penelitian serupa dengan mengambil populasi yang lebih besar, pokok bahasan yang lain, ataukah pada bidang studi lain.


DAFTAR PUSTAKA

Alipandie, Imansyah. 1984. Didaktik Metodik Pendidikan . Surabaya: Penerbit Usaha Nasional.

Arikunto, Suharsimi. 1993. ProsedurPenelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Bina Aksara.

A.M. Sardiman. 1987. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar Pedoman Bagi Guru dan Calon Guru.

Baharuddin, 1985. Metodologi Penelitian IPA. Ujungpandang: Proyek P.T. IKIP Ujungpandang.

Hudoyo, Herman. 1990. Strategi Belajar Mengajar. Malang: IKIP Malang.

Harmawati. 1993. Pengaruh Pemberian Tugas Secara Terstruktur Terhadap Kemampuan Menyelesaikan Soal-Soal.

Iskandar Wiryokusomo. 1992. Kumpulan Pikiran-Pikiran dalam Pendidikan. Jakarta: CV. Rajawali.

Mappa, Syamsu. 1977. Psikologi Pendidikan. Ujungpandang : FIP. IKIP Surabaya.

Pasaribu, L.L. 1986. Didaktik Metodik. Bandung: Tarsito.

Rostiyah, N.K. 1989. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT. Bina Aksara.

Sudirman. 1992. Ilmu Pendidikan. Bandung : Penerbit PT. Bina Aksara.

Slameto. 1990. Proses Belajar Mengajar dalam Sistem Kredit (SKS). Jakarta : Penerbit Bumi Aksara.

Suryobroto. B. 1986. Mengenal Metode Pengajaran di Skeolah dan Pendekatan Baru Dalam Proses Belajar Mengajar. Yokyakarta.

Sudjana, Nana. 1989. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar Cetakan Kedua. Bandung: Penerbit CV. Sinar Baru.

Sumartana, P.P.N dan Nurkancana, Wayan. 1992. Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya: Usaha Nasional.

Sri Anitah Wiryawan. 1990. Strategi Belajar Mengajar. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Uiversitas Terbuka Jakarta.

Tap-Tap MPR. 1993. Bahan Penataran dan Bahan Referensi Penataran. Jakarta: Bina Aksara.

Tirtaraharja, Umar. 1981. Kesejahteraan Guru Salah Satu Faktor yang Berpengaruh Terhadap prestasi Belajar Murid SD. Disertasi Doktor. Jakarta :FPS. IKIP Surabaya.

Share this article :

3 comments:

  1. mau nanya nih. klo indikator kebersahilan/keterlaksaan metode resitasi itu apa aja ya? minta referensinya. thanks..

    BalasHapus
  2. Saya sangat terbantu dengan isi di blog ini, thanks dan permisi numpang copas

    BalasHapus
  3. trimakasih pak, blog ini sangat bagus apalagi saya sedang menyusun skripsi tentang Resitasi... GBU

    BalasHapus

SAHABAT FATAMORGANA

 
Support : FATAMORGANA
Copyright © 2015. FATAMORGANA - MERANGKUM FAKTA, MEREKAM INFORMASI, DAN BERBAGI KHAZANAH
Created by Creating Website Published by Mas Template
Powered by Blogger