Kehidupan berlangsung tanpa disadari dari detik ke detik. Dan kita terkadang tidak menyadari bahwa hari-hari yang telah kita lewati justru semakin mendekatkan kita pada kematian sebagaimana juga yang berlaku bagi orang lain.
Ketika saya turut mengusung keranda Ibunda kemarin, muncul dalam pikiran saya bahwa pada suatu saat nanti, saya akan diusung pula. Begitu pula pada saat meletakkannya dalam rongga sempit di liang lahat, pemikiran serupa menyelimuti benak saya.
Terkadang saya dan mungkin ada diantara kita tidak sadar bahwa detak jantung yang berlalu, denyut nadi yang bergetar serta detik-detik yang terlewat sesungguhnya merupakan langkah-langkah pasti yang akan semakin mendekatkan kita pada titik takdir kematian.
Dan ketika kematian itu datang, maka berakhirlah segala kenikmatan yang telah dan tengah kita rasakan.
Ada orang bijak yang mengatakan, secara global sesungguhnya Allah hanya memberi satu nikmat saja kepada manusia, yakni nafas. Begitu nafas itu berhenti, maka berhenti pula berbagai kenikmatan yang ada. Itulah sebabnya, mengapa Nabi mengatakan bahwa sesuatu yang bisa memutus segala kenikmatan adalah kematian. Meskipun secara hakiki hanya Allah yang mencabut semua itu. Anehnya, sesuatu inilah yang paling sering kita lupakan.
Sering kali gebyar kehidupan duniawi mudah membuat kita terlena. Apalagi ketika begitu semakin banyak perlengkapan hidup dengan segala macam kemajuan, kemudahan dan kenikmatannya yang semakin mengepung kita di masa modern ini. Semua itu kerap menggoda dan melalaikan kita.
Muncullah berbagai prinsip hidup sesat seperti materialisme , hedonisme , permisivisme dan lain-lain yang sejenisnya. Dalam keadaan seperti itu, nasehat dari siapapun biasanya tak lagi digubris. Tapi pada dasarnya kita harus ingat bahwa setiap kita memiliki penasehat yang sangat ampuh, yaitu kematian.
Bila sejenak merenungkan kematian yang sewaktu-waktu pasti akan datang, pasti kita akan lebih hati- hati dalam melangkah.
Rasululloh saw bersabda :”Cukuplah kematian itu sebagai nasehat”. (HR. Thabrani dan Baihaqi).
Sudah semestinya kita senantiasa mengingat akan datangnya musibah terbesar itu. Seketika itu, istri, anak dan keluarga tersayang akan terpisah, pangkat yang diduduki akan hilang, harta yang dikumpulkan dengan susah payah semuanya akan ditinggalkan, dan bahkan nyawa yang dicintai akan lepas. Melalui pintu mati kita meninggalkan alam dunia, menuju alam kehidupan berikutnya, akhirat.
Orang yang melalaikan datangnya kematian, berarti kehilangan penasehat terbaiknya. Kehidupannya akan mudah tergoda dan terperosok dalam kelalaian. Keterlenaannya mengejar kehidupan dunia, kenikmatan sesaat dan bermegah-megahan membuatnya lalai mempersiapkan bekal akhirat hingga kematian menjemput. Akibat lalai dengan nasehat kematian, akhirnya hanya berujung kepada penyesalan abadi di neraka jahim.
“Perbanyaklah mengingat sesuatu yang melenyapkan semua kelezatan, yaitu kematian!” (HR. Tirmidzi).
Berbahagialah hamba-hamba Allah yang senantiasa bercermin dari kematian. Tak ubahnya seperti guru yang baik, kematian memberikan banyak pelajaran, membingkai makna hidup, bahkan mengawasi alur kehidupan agar tak lari menyimpang.
Nilai-nilai pelajaran yang ingin diungkapkan guru kematian begitu banyak, menarik, bahkan menenteramkan. Di antaranya adalah apa yang mungkin sering kita rasakan dan lakukan.
Kematian mengingatkan bahwa waktu sangat berharga, Tak ada sesuatu pun buat seorang mukmin yang mampu mengingatkan betapa berharganya nilai waktu selain kematian. Tak seorang pun tahu berapa lama lagi jatah waktu pentasnya di dunia ini akan berakhir. Sebagaimana tak seorang pun tahu di mana kematian akan menjemputnya.
Ketika seorang manusia melalaikan nilai waktu pada hakekatnya ia sedang menggiring dirinya kepada jurang kebinasaan. Karena tak ada satu detik pun waktu terlewat melainkan ajal kian mendekat. Allah swt mengingatkan itu dalam surah Al-Anbiya ayat 1, “Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya).”
Ketika jatah waktu terhamburkan sia-sia, dan ajal sudah di depan mata. Tiba-tiba, lisan tergerak untuk mengatakan, “Ya Allah, mundurkan ajalku sedetik saja. Akan kugunakan itu untuk bertaubat dan mengejar ketinggalan.” Tapi sayang, permohonan tinggallah permohonan. Dan, kematian akan tetap datang tanpa ada perundingan.
Kematian mengingatkan bahwa kita bukan siapa-siapa. Kalau kehidupan dunia bisa diumpamakan dengan pentas sandiwara, maka kematian adalah akhir segala peran. Apa pun dan siapa pun peran yang telah dimainkan, ketika sutradara mengatakan ‘habis’, usai sudah permainan. Semua kembali kepada peran yang sebenarnya.
Lalu, masih kurang patutkah kita dikatakan orang gila ketika bersikeras akan tetap selamanya menjadi tokoh yang kita perankan. Hingga kapan pun. Padahal, sandiwara sudah berakhir.
Sebagus-bagusnya peran yang kita mainkan, tak akan pernah melekat selamanya. Kita bangga ketika dapat peran sebagai orang kaya. Namun terkadang kita menangis ketika berperan sebagai orang miskin yang menderita. Tapi, bangga dan menangis itu bukan untuk selamanya. Semuanya akan berakhir. Dan, peran-peran itu akan dikembalikan kepada sang sutradara untuk dimasukkan kedalam laci-laci peran.
Teramat naif kalau ada manusia yang berbangga dan yakin bahwa dia akan menjadi orang yang kaya dan berkuasa selamanya. Pun begitu, teramat naif kalau ada manusia yang merasa akan terus menderita selamanya. Semua berawal, dan juga akan berakhir. Dan akhir itu semua adalah kematian.
Kematian mengingatkan bahwa kita tak memiliki apa-apa. Fiqih Islam menggariskan kita bahwa tak ada satu benda pun yang boleh ikut masuk ke liang lahat kecuali kain kafan. Siapa pun dia. Kaya atau miskin. Penguasa atau rakyat jelata Semuanya akan masuk lubang kubur bersama bungkusan kain kafan. Cuma kain kafan itu.
Itu pun masih bagus. Karena, kita terlahir dengan tidak membawa apa-apa. Cuma tubuh kecil yang telanjang. Lalu, masih layakkah kita mengatasnamakan kesuksesan diri ketika kita meraih keberhasilan. Masih patutkah kita membangga-banggakan harta dengan sebutan kepemilikan. Kita datang dengan tidak membawa apa-apa dan pergi pun bersama sesuatu yang tak berharga.
Kematian mengingatkan bahwa hidup sementara. Kejayaan dan kesuksesan kadang menghanyutkan anak manusia kepada sebuah khayalan bahwa ia akan hidup selamanya. Hingga kapan pun. Seolah ia ingin menyatakan kepada dunia bahwa tak satu pun yang mampu memisahkan antara dirinya dengan kenikmatan saat ini.
Ketika sapaan kematian mulai datang berupa rambut yang beruban, tenaga yang kian berkurang, wajah yang makin keriput, barulah ia tersadar. Bahwa, segalanya akan berpisah. Dan pemisah kenikmatan itu bernama kematian. Hidup tak jauh dari siklus: awal, berkembang, dan kemudian berakhir.
Kematian mengingatkan bahwa hidup begitu berharga. Seorang hamba Allah yang mengingat kematian akan senantiasa tersadar bahwa hidup teramat berharga. Hidup tak ubahnya seperti ladang pinjaman. Seorang petani yang cerdas akan memanfaatkan ladang itu dengan menanam tumbuhan yang berharga. Dengan sungguh-sungguh. Petani itu khawatir, ia tidak mendapat apa-apa ketika ladang harus dikembalikan.
Orang yang mencintai sesuatu takkan melewatkan sedetik pun waktunya untuk mengingat sesuatu itu. Termasuk, ketika kematian menjadi sesuatu yang paling diingat. Dengan memaknai kematian, berarti kita sedang menghargai arti kehidupan.
PS : Semoga postingan ini dapat bermanfaat, terutama bagi diri saya sendiri.
terima kasih tausiyahnya. jadi ingat untuk terus mengumpulkan bekal di dunia demi kehidupan yang lebih langgeng di sana
BalasHapusturut berduka cita atas berpulang Ibundanya Mas setiawan..
BalasHapusbener ya, kematian itu nggak bisa ditawar" lagi, siap nggak siap, harus diterima...
semoga lebih sabar
"Kematian adalah suatu hadiah Tuhan yang diharap-harapkan oleh para mukminin,"
BalasHapus(Al Hadits)
secara bodoh ak brani bilang,ga usa takut pda kematian,kr it pasti akan terjaid.tpi smeoga pas kematianku sendiri datang ak tetap pda pendirian,tidak takut
BalasHapuswaktu terus berjalan
BalasHapusdan tidak akan kembali lagi
semoga selalu tenang di akhirat kelak
Intinya,
BalasHapustetap beryukur.bersyukur, dan bersyukur.
Nyawa cuma pinjaman. Kapanpun ditagih, harus dikembalikan.
turut berduka bos
BalasHapusitulah namanya kiamat kecil kiamat yang jarang disadari oleh orang
Kematian jg sebagai peringatan kita buat menambah bekal nanti kalo disapa malaikat kubur.
BalasHapusDia adalah hal yg pasti datangnya..Duh Pak,terima kasih atas tausiyahnya. Turut berduka atas kepergian ibunda Bapak..
BalasHapusSegala musibah yg menimpa kita ,pasti mengandung hikmahnya .
BalasHapus*Bang Iwan ,perginya Bunda masih terasa ,walau saya tak mengenal beliau tapi hati saya bergetar ,mengingatkan pada ibunda saya.
kematian memang tak dpt diduga datangnya.
BalasHapuskematian adalah sebuah awal, awal dari kehidupan kita yang lebih abadi...
BalasHapusTausiah yang mencerahkan kang.
BalasHapusTerima kasih untuk peringatan ini.
setidaknya kematian yang berbekal tangis kasih sayang dari orang2trdkat akan membuat jiwa ini tenang,smoga kita smua akan mendapatkan tangis kasih sayang itu,amin...
BalasHapushmmm, jadi inget film 2012..heehe
BalasHapusHARUS LEBIH BANYAK DAN LEBIH SERING MENABUNG AMAL DAN KEBAIKAN, MENGINGAT AJAL DAPAT MENJEMPUT KITA KAPAN SAJA.
BalasHapuskematian emang ga bisa diduga kapan datengnya,, kita ga akan pernah tau...
BalasHapusPostingan ini memang nasehat yang baik, sebagaimana bunyi hadist tsb.
BalasHapusbenar tuh kang....kematian adalah hanya sebuah awal,awal sebuah kisah perjalanan panjang yang tidak akan ada habisnya,yang kisah tersebut di setting oleh sang empunya saat hidup di dunia.
BalasHapuskematian adalah sebuah nasehat,,,,,,,,,,,,,,,,,,gw setuju ama bapak
BalasHapusAku ikut berduka cita ya, Mas. Mudah-mudahan Mas sekeluarga tabah dengan perkabungan ini.
BalasHapusitu gambar pocong ya kak..? :)
BalasHapusmakasih sudah mengingatkan kita tentang kematian..karena cepat atau lambat kita akan menuju kesana dan kita harus siap :)
BalasHapuskita itu hanya bergantian saja mengusung keranda
BalasHapusTurut berduka cita ya mas, semoga diberi ketabahan sama Yang Diatas dan semoga ibundanya diterima disisi Tuhan YME. amin :)
BalasHapusinnalillahi wainna ilaihirojiun
BalasHapusturut berduka atas berpulangnya Ibunda
semoga amal ibadah almarhumah diteria disisi Allah, dimudahkan jalannya, diampuni dosa dan kesalahannya.
terima kasih postingnya Pak.
tauziyah yang sangat dalam kanda
BalasHapusaku sudah 3x ngalamin setengah kaki di dunia nyata, setengah lagi di kematian.... membuatku semakin berani...
BalasHapussalam....
oiya mas, turut berduka ya....
BalasHapustanpa dipikirkan pun toh kematian pasti akan datang....
BalasHapussebisa mungkin kita tetap menjadi makhluk yang bertakwa pada Nya
yang paling dekat sama kita itu adalah kematian -- kata temen
BalasHapusinnalillahi wainnalillahi rojiun bang.... turut berduka. -- benar. kenikmatan terbesar yang Allah berikan itu adalah nafas.
BalasHapusmenyentuh nih bang postingnya....
BalasHapusBenar kata Daeng Iwan,"Apa pun dan siapa pun peran yang telah dimainkan, ketika sutradara mengatakan ‘habis’, usai sudah permainan." Kita berasal dari-Nya dan akan kembali pada-Nya.
BalasHapuskematian itu sepaerti kiamat kita tak tau kapan datangnya
BalasHapussetubuh mas.. tanpa kita sadari.. kita semakin dkat dgn kmatian T.T
BalasHapus"Dengan memaknai kematian, berarti kita sedang menghargai arti kehidupan." Membaca kalimat ini, aku teringat pada kata2 Morrie dalam bukunya Mitch Albom: Tuesdays with Morrie: Dengan belajar tentang kematian, berarti kita juga belajar tentang kehidupan.
BalasHapusBanyak orang yg baru sadar akan nilai2 terpenting dalam hidup ketika sdh ada di ambang kematian, atau menyaksikan orang terkasih kita di ambang kematian. Semoga kita yg membaca posting ini hari ini disadarkan utk segera berpaling pada nilai2 hidup yg paling hakiki, sekarang juga!
Thanks sharingnya, mas!
Thanks kang sudah menyadari saya buat bersyukur atas nikmat yang di berikan allah kepada kita terutama nikmat nafs yang tak tahu kapan berhetinya...
BalasHapusDemi masa sesungguhnya manusia dalam kerugian yang NYATA.. jika tiada menemukan diri sebenar diri.. menemukan fitrah diri.. datang putih bersih kembalipun harus putih bersih
BalasHapusmerinding kalau bicara kematian, terima kasih tausyiahnya, salam
BalasHapusBang.., terima kasih sekali utk postingannya... telah mengingatkan aku kembali nih. Terima kasih...
BalasHapussemoga disaat kematian datang pada kita, kita bisa mati secara khusnul khotimah. amin.
BalasHapusmasalah kematian kita sudah dingatkan oleh Rasulullah melaui hadits qudsi,yg berbunyi MUTU ANTA COBLA MUTU artinya matikanlah dirimu sebelum engkau mati. jadi kalau orang sudah mengetahui ilmunya maka ia sudah mati dari saat ini bukan menunggu menghembuskan napas terakhir.
BalasHapus