Keledai itu hewan mirip kuda. Tapi badannya lebih kecil. Dalam Alquran keledai beberapa kali disebut sebagai sebuah alegori.
Ketika Luqmanul Hakim memberi nasihat pada putranya, maka salah-satu isi nasihatnya, "Sederhanakanlah dirimu ketika berjalan dan lunakkanlah suaramu, sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai."
Dalam Alquran, keledai disebut himar. Suaranya disebut sebagai seburuk-buruk suara. Bagaimanakah sebenarnya suara keledai? Walaupun bentuk badannya mirik kuda, suaranya tidak mirip kuda. Kuda meringkik sedangkan keledai tidak. Suara keledai, memang jelek didengar, melengking tajam. Ada yang menyebutnya seperti "merobek langit". Pokoknya, orang tidak suka mendengar suara keledai.
Untung saja keledai tidak sering bersuara, bahkan amat jarang memperdengarkan suaranya. Konon, ketika semua makhluk diciptakan, pertama kali yang dia keluarkan suaranya. Yang tidak mengeluarkan suara hanya keledai. Keledai baru bersuara ketika ia lapar. Dari sini ada I'tibar, jangan baru mau bersuara kalau menyangkut urusan perut. Itu namanya manusia keledai.
Ada yang mengatakan bahwa keledai adalah binatang paling dungu. Ternyata itu tidak benar. Keledai justru amat cerdas dan memorinya kuat.
Keledai dengan segera dapat menghapal satu rute perjalanan panjang dalam sekali menempuhnya. Dia akan segera hapal, mana lubang, mana batu dan mana bagian jalan yang jelek. Itu sebabnya, tuannya tidak perlu repot mengendalikannya. Keledai bahkan bisa dilepas sambil berjalan sendiri mengikuti rute yang sudah pernah dilaluinya dengan aman.
Zaman dulu, terutama di Timur Tengah, keledai merupakan andalan pengangkut beban. Bahkan para ulama menjadikannya sebagai pembawa kitab.
Tentang keledai bawa kitab ini, Tuhan mempunyai perumpamaan untuk pemuka-pemuka Yahudi dahulu. Mereka diumpamakan sebagai keledai yang membawa-bawa kitab, karena mereka hanya menenteng kitab Taurat di tangannya tapi tidak mengamalkan isinya.
Tentu saja perumpamaan itu tidak hanya ditujukan Tuhan kepada pemuka Yahudi pemegang Taurat. Ia juga berlaku pada siapa saja yang hanya pamer menenteng kitab suci namun tidak mau tahu isinya dan tentu saja tidak mengamalkannya.
Bulan Ramadan yang sudah kita lalui adalah momentum untuk kita semakin memanusiakan diri dengan sifat-sifat kemanusiaan sejati. Bulan Ramadan adalah bulan diturunkannya Alquran. Di dalam Alquran ada alegori-alegori tentang hewan, seperti tentang keledai itu. Tujuannya agar manusia tetap sadar mau menjaga kemanusiaannya. Jangan sampai manusia lebih cenderung menghewan karena sifat-sifat buruknya.
Jangan sampai manusia jadi manusia keledai, yang baru bersuara kalau menyangkut urusan perut. Betapa bahayanya manusia bila nafsu menyeretnya hingga berperilaku bagai hewan. Daya rusaknya terhadap kehidupan sangat besar dan berlangsung lama. Betapa tidak, karena manusia punya kecerdikan berpikir. Ketika kecerdikannya terpadu dengan nafsu buruknya, maka lahirlah manusia licik yang amat bahaya. Semoga saja kita tidak termasuk di dalamnya, Amin.
Ketika Luqmanul Hakim memberi nasihat pada putranya, maka salah-satu isi nasihatnya, "Sederhanakanlah dirimu ketika berjalan dan lunakkanlah suaramu, sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai."
Dalam Alquran, keledai disebut himar. Suaranya disebut sebagai seburuk-buruk suara. Bagaimanakah sebenarnya suara keledai? Walaupun bentuk badannya mirik kuda, suaranya tidak mirip kuda. Kuda meringkik sedangkan keledai tidak. Suara keledai, memang jelek didengar, melengking tajam. Ada yang menyebutnya seperti "merobek langit". Pokoknya, orang tidak suka mendengar suara keledai.
Untung saja keledai tidak sering bersuara, bahkan amat jarang memperdengarkan suaranya. Konon, ketika semua makhluk diciptakan, pertama kali yang dia keluarkan suaranya. Yang tidak mengeluarkan suara hanya keledai. Keledai baru bersuara ketika ia lapar. Dari sini ada I'tibar, jangan baru mau bersuara kalau menyangkut urusan perut. Itu namanya manusia keledai.
Ada yang mengatakan bahwa keledai adalah binatang paling dungu. Ternyata itu tidak benar. Keledai justru amat cerdas dan memorinya kuat.
Keledai dengan segera dapat menghapal satu rute perjalanan panjang dalam sekali menempuhnya. Dia akan segera hapal, mana lubang, mana batu dan mana bagian jalan yang jelek. Itu sebabnya, tuannya tidak perlu repot mengendalikannya. Keledai bahkan bisa dilepas sambil berjalan sendiri mengikuti rute yang sudah pernah dilaluinya dengan aman.
Zaman dulu, terutama di Timur Tengah, keledai merupakan andalan pengangkut beban. Bahkan para ulama menjadikannya sebagai pembawa kitab.
Tentang keledai bawa kitab ini, Tuhan mempunyai perumpamaan untuk pemuka-pemuka Yahudi dahulu. Mereka diumpamakan sebagai keledai yang membawa-bawa kitab, karena mereka hanya menenteng kitab Taurat di tangannya tapi tidak mengamalkan isinya.
Tentu saja perumpamaan itu tidak hanya ditujukan Tuhan kepada pemuka Yahudi pemegang Taurat. Ia juga berlaku pada siapa saja yang hanya pamer menenteng kitab suci namun tidak mau tahu isinya dan tentu saja tidak mengamalkannya.
Bulan Ramadan yang sudah kita lalui adalah momentum untuk kita semakin memanusiakan diri dengan sifat-sifat kemanusiaan sejati. Bulan Ramadan adalah bulan diturunkannya Alquran. Di dalam Alquran ada alegori-alegori tentang hewan, seperti tentang keledai itu. Tujuannya agar manusia tetap sadar mau menjaga kemanusiaannya. Jangan sampai manusia lebih cenderung menghewan karena sifat-sifat buruknya.
Jangan sampai manusia jadi manusia keledai, yang baru bersuara kalau menyangkut urusan perut. Betapa bahayanya manusia bila nafsu menyeretnya hingga berperilaku bagai hewan. Daya rusaknya terhadap kehidupan sangat besar dan berlangsung lama. Betapa tidak, karena manusia punya kecerdikan berpikir. Ketika kecerdikannya terpadu dengan nafsu buruknya, maka lahirlah manusia licik yang amat bahaya. Semoga saja kita tidak termasuk di dalamnya, Amin.
Renungan mantap,minal aidzin wal faidzin....
BalasHapusmudah mudahan aq di jauh kan dari sifat2 manusia keledai..Selamat hari raya idul fitri,minal aidin wal faidzin
BalasHapusWaah, pencerahan yang bagus dari kisah keledai nih.. Btw, saya belum pernah dengar suara keledai (tp kalo suaranya benar gak enak, mending gak usah dengar deh) Ha ha.. .
BalasHapusMet lebaran ya pak, mohon maaf lahir batin.
Salam saya.. .
semoga kita termasuk manusia yang selalu dekat dengan kebaikan sehingga tidak seburuk ungkapan keledai
BalasHapusassalamualaikum wr wb..
BalasHapusbagaimana kabar idul fitri di rumahnya pak..?
saya baru tau : keledai itu binatang cerdas.. :)
makasih dah berbagi bang, mohon maaf lahir dan bathin :)
BalasHapussubhanallah, semoga kita tidak sampai terjebak dan terperangkap ke dalam karakter hewan yang satu ini.
BalasHapusKisah yang penuh hikmah dan pencerahan. Kira-kira jika manusia kuda dan kerbau gimana kiasannya.
BalasHapusAmin . Mari kita ambil yang baiknya, dan jangan meniru yang jeleknya. saya setuju sama njenengan mas.
BalasHapusAmin. Selamat pagi bang Iwan.
BalasHapusJika hati sejernih air, jangan biarkan ia keruh
BalasHapusJika hati seputih awan, jangan biarkan dia mendung
Jika hati seindah bulan, hiasi ia dengan iman
Mohon maaf lahir batin
hahahaha, tapi manusia di zaman sekarang sudah banyak yang jadi keledai,,, mantap pencerahanya om... sukses ya om....
BalasHapussekarang banyak saudara kita yang bicara dan bertengkar tapi ngomongnya lebih kasar dari binatang
BalasHapusmenjadi sulit menemukan peternakan keledai... ketimbang peternakan sapi, kerbau, kuda... unta; beberapa heean yang sempat disinggung dalam al qur'an
BalasHapusKasihan keledai ya bang padahal bentuknya gak jelek2 amat lho.
BalasHapusManusia adalah makhluk yang paling indah, jadi ya jangan sampai seperti keledai kelakuannya
Salam hangat dari Surabaya
Semoga kita dijauhkan dari sifat seperti manusia keledai.
BalasHapusSalam kenal. Artikel yang menarik, ijin share
BalasHapusartikel yang bagus
BalasHapus