Libya akhirnya bernasib seperti Irak. Diperangi ketika menolak kemauan Barat. Dipimpin Amerika Serikat, serangan dimulai Sabtu (19/03/2011) waktu setempat ketika pasukan Amerika Serikat dan Inggris menembakkan serangan rudal.
Tercatat sedikitnya 110 rudal jelajah Tomahawk diarahkan ke sasaran di Libya, yakni lokasi-lokasi yang dianggap pertahanan udara Moammar Khadafy.
Seorang pejabat penting mengonfirmasi serangan rudal itu setelah Presiden Barack Obama memerintahkan “aksi militer terbatas” untuk membantu resolusi PBB yang mendukung intervensi bersenjata terhadap rezim Khadafy.
Laksamana William Gortney mengatakan pada wartawan bahwa “awal siang ini 110 lebih rudal jelajah Tomahawk telah ditembakkan dari kapal dan kapal selam AS dan Inggris, menghantam lebih dari 20 sistem pertahanan udara terintegrasikan dan fasilitas pertahanan ke darat lainnya.
Rudal pertama menghantam pada pukul 19 GMT (pukul 02.00 WIB) menyusul serangan udara yang dilakukan sebelumnya oleh pesawat perang Perancis, kata Gortney, direktur staf gabungan AS.
“Itu tahap pertama dari operasi banyak tahap” untuk melaksanakan resolusi PBB dan mencegah rezim Libya menggunakan pasukan terhadap rakyatnya sendiri, ujarnya. Satu kapal selam Inggris bergabung dengan kapal dan kapal selam AS lainnya dalam serangan rudal itu, katanya.
AS dan negara-negara sekutunya belum menerapkan zona larangan terbang dengan pesawat yang mematroli angkasa, katanya, tapi “kami akan menetapkan kondisi untuk dapat mencapai keadaan itu”.
“Misi kami sekarang ini adalah untuk membentuk ruang pertempuran dalam satu cara di mana mitra-mitra kami mungkin akan mengambil pimpinan,” kata dia, memberi kesan lebih banyak peran dukungan pada militer Amerika.
Ketika ditanya apakah AS akan mengirim jet tempur untuk melakukan serangan pengeboman di Libya, Gortney menolak menjawab.
Merujuk pada peta operasi, Gortney menjelaskan sebagian besar sasaran “adalah di atau dekat pantai, kenyataan yang membuat kehancuran mereka penting untuk melaksanakan zona larangan terbang, sejak begitu banyak aktivitas udara kami saksikan dan begitu banyak upaya militer rezim itu terjadi di bagian negara itu”.
Sasaran itu termasuk tempat-tempat rudal permukaan-ke-udara, tetapi terlalu dini untuk mengatakan seberapa efektif serangan Tomahawk itu, ujarnya.
“Karena ini malam di sana, akan ada beberapa waktu lagi sebelum kami mendapat gambaran komplet mengenai keberhasilan serangan ini,” kata laksamana itu. Operasi AS itu—dinamai “Odyssey Dawn” (Petualangan Fajar)—menyusul misi awal pesawat perang Perancis, yang melakukan empat serangan udara pada Sabtu, yang menghancurkan beberapa kendaraan lapis baja pasukan Khadafy.
Sedikitnya dua negara Arab sekutu Amerika Serikat ikut ambil bagian dalam serangan udara ke Libya.
AFP melaporkan, Uni Emirat Arab (UEA), negara mungil di Teluk Persia, ikut memberikan bantuan 24 jet tempur untuk bergabung dengan pasukan Amerika Serikat dan sekutunya menggempur Libya, negeri kecil di ujung Afrika Utara yang hanya berpenduduk 6,4 juta jiwa.
Ke-24 jet tempur yang akan ikut memerangi warga sesama Arab itu terdiri atas Mirage 2000-9 dan F-16.
Qatar, negara Arab kecil lainnya di Teluk dan merupakan sekutu Amerika Serikat, juga ikut membantu empat sampai enam Mirage 2000-5, demikian pejabat Perancis, salah satu motor utama invansi ke Libya.
Keterlibatan negara-negara Arab dalam serangan udara ke Libya memberi kesan bahwa gempuran militer untuk menyingkirkan Moammar Khadafy, pemimpin anti-Amerika, tidak melulu dilakukan bangsa "kafir", melainkan juga orang sesama bangsa Arab.
Khadafy selalu mempropandakan bahwa serangan ke negaranya dilakukan orang kafir dan kaum imperialis yang ingin mengontrol minyak negara itu.
Khadafy, yang berkuasa sejak 41 tahun lalu, merupakan kerikil Amerika Serikat di Afrika maupun negara Arab.
Serangan udara yang dimotori Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya di Eropa ke sebuah kawasan sipil membunuh 48 orang dan melukai 150 orang, demikian Aljazeera melansir laporan televisi pemerintah Libya.
Ibu kota Libya, Tripoli, dan kota-kota besar lainnya seperti Benghazi, Misurata, dan Zuwarah termasuk dalam target-target serangan udara pasukan Amerika Serikat dan sekutunya.
Pemimpin Libya Moammar Khadafy berjanji akan melawan dan membuka gudang senjata untuk rakyatnya yang ingin melawan pasukan asing.
Source : tribunnews.com
Yang mengaku paling menghormati HAM, nyatanya pembunuh besar dan tak berperikemanusiaan! Siapa saja bisa kalau caranya seperti itu dalam menyelesaikan permasalahan asal punya persenjataan yang lebih baik. Tidak terpikirkan yang tidak bersalah dan berdosa ikut jadi korban!
BalasHapusMinyak semakin menipis, dengan segala cara dan dalih yang membutuhkan minyak akan menguasai yang punya minyak.
BalasHapusdi Lybia terbentuk 2 kubu yang saling menyebut satu dngan yang lain. kelompok pemberotak menyebut lawannya dengan kubu loyalis qadafi, dan dibales oleh lawannya dengan julukan Al Qaidah.
Kalai AS tak usah lah di tanya lagi. Memang biadab semua itu..
BalasHapusNegara mana yang belum di babat habis sama dia? Hmmm.. :D
sama-sama biadabbbb
BalasHapussama-sama biadab.....
BalasHapuslihat saja akhirnya berapa salah sasaran rudalnya yang menghantam lokasi pemukiman, pasti banyak dengan alasan mencurigakan atau salah info
BalasHapusastagfirullah : (
BalasHapusSekalian buang amunisi dan bom lama kali yah ,,biar diganti baru
BalasHapusAndaikan pemerintahan baru di Libya terbentuk, semoga tetap konsisten dalam membela perjuangan bangsa Palestina dan tetap tidak mengakui keberadaan negara Israel hingga merdekanya negara Palestina.
BalasHapus