“Carpediem, coromemus nos rosis, crasenim moriemur !”
(Petiklah hari ini, mari kita kenakan mahkota mawar sebab esok pagi kita kan mati !).
Begitulah seruan Epicuros yang beraji mumpung hidup gemerlapnya dunia fana !, Memang sobat apa yang terdapat di ruang kesementaraan ini, bila kita memiliki pikiran yang dangkal maka tampaknya sangat mempesona jiwa.
Kaum yang telah terlahap tipuan kenikmatan materi itu telah mendandani dirinya dengan dandanan nafsu yang tak terkendali, segalanya menjadi halal asalkan mampu meraihnya, asal kuasa merenggutnya, mumpung hidup sehat, mumpung mencekal tampuk kekuasaan, mumpung punya kesempatan, mumpung harta berlimpah ruah.
Kata orang yang berpikiran sempit, kekayaan itu adalah realitas, kemiskinan juga adalah realitas. Oleh sebab itu, Aji Mumpung manusia guna meraih kekayaan sebanyak-banyaknya, itu juga realitas, termasuk si miskin yang minta-minta, semua sah dan halal, oleh sebab semuanya itu realitas. Jadi sah dan halalnya sesuatu disejajarkan dengan sekedar realitas.
Kita terkadang bertanya tentang apa itu realitas. Memang, realitas adalah fenomena empiris selama manusia berfikir dalam ruang-ruang kebendaan belaka.
Andaikan Eucludes sempat menjejali benak kita dengan apa yang dinamakan estetik matematisnya yang terukur oleh sekadar bilangan-bilangan belaka, toh tidak berarti bahwa ’keindahan’ Cuma itu ! Realitas bukanlah sekedar sesuatu yang dapat kita pandang sehari-hari, seperti juga ujar Lecomte du Nouy bahwa ilmu pengetahuan cumalah mampu menguasai benda-benda tersebut secara kenyataan yang haqiqi. Dan benda-benda yang dikuasai ilmupun hanya dalam jumlah yang terbatas sebab yang kita teliti selama ini dalam ilmu pengetahuan hanya realitas yang secuil saja bila dibandingkan dengan realitas sebenarnya yang begitu luas, yang belum kita raba bahkan kita saksikan secara empiris.
Sekilas kedengarannya irrasional, bila kita introspeksi diri dari realitas haqiqi yang luas sebagai hasil ciptaan Tuhan, maka kita akan menyadari bahwa selama ini kita telah ditipu oleh bubuk realitas yang merupakan serpihan kecil dari kenyataan keluasan alam ini.
Dalam ketidakyakinan terhadap kehidupan nanti yang abadi, manusia terkadang tak segan mengenakan mahkota hidupnya seindah mungkin. Berbagai nafsu dilampiaskan tanpa batas, mumpung hidup sebelum mati sebab mati hanyalah dianggap akhir dari kesenangan hidup.
Agama hanya dianggap penghalang kemerdekaan hidup.
Agama hanya dianggap pengekang kebebasan Aji mumpung-nya.
Sehingga pengakuannya sebagai umat beragama hanya sekedar merk dagang belaka, yang isinya tidak sesuai dengan bungkusnya, yang dalamnya tak sesuai dengan luarnya.
Pengaji mumpung adalah manusia yang merusak mentalnya sendiri. Bila dibisikkan sebuah ayat yang berisi sanksi-sanksi Allah terhadap mereka, maka kuping mereka menjadi kuncup tak sudi menerima tuntunan sehingga tak yakin atas sanksi-sanksi nanti. Mereka cuma memegang satu motto :
Merdeka tanpa batas dalam kehidupan yang terbatas,
Bersenang-senang tanpa kekang dalam lahan hidup yang tidak panjana. Setelah itu, nonsens alam akhirat, persetan hari penghisaban.
Karena mereka Cuma meyakini kehidupan kini, maka berlomba-lombalah mereka mencari kesenangan hidup. Dan berkat gemerlapnya harta yang membuat silau jiwa fana, jadilah mereka budak harta atau abdinya harta benda, yang pengabdiannya terhadap harta benda itu teramat dominan mewarnai hidupnya sehingga pengabdian terhadap Allah akhirnya ditinggalkannya.
Manusia yang meninggalkan pengabdiannya terhadap Allah Sang Maha Pencipta adalah bagaikan bagian yang membohongi keutuhan cipta dimana sebuah ciptaan pastilah ada yang menciptakan-Nya.
Manusia yang diciptakan oleh Sang Khaliq, lantas tak menghargai Pencipta-Nya, sama halnya dengan mengkhianati realitas yang haqiqi. Jadi, mereka yang hidupnya beraji mumpung hingga lupa mengabdi kepada Allah Sang Maha Pencipta, sama saja dengan mengkhianati keberadaanya sendiri.
Ya, Allah,
hindarkanlah kami dari sifat mumpung dalam kesombongan yang membumbung.
Jagalah kerendahan hati kami dihadapan-Mu yang Maha Agung agar kami tetap ruku’ dan sujud dalam kesadaran realitas semesta sehingga kami tak tertipu oleh realitas sempit yang sementara.
Ampunilah kesalahan kami, ya Allah, hindarkanlah kami dari api neraka-Mu yang menyala dahsyat, yang tak kan tertahankan oleh ketidakberdayaan kami, yang tak kan tertanggungkan oleh kelemahan kami.
Ya, Allah, kini abdi-Mu ini tengah berdo’a khusuk di sajadah yang sudah lusuh berkat sujud kami. Semoga sujud kami bukanlah sekedar sujud fisik yang dibarengi jiwa basa-basi, melainkan sujud utuh dibarengi jiwaraga kami yang suci, yang merumangsa kerendahan kami, yang menyadari ketinggian-Mu dan kebesaran-Mu.
Allahu Akbar !
Allah Maha Besar !
Amin !
(Petiklah hari ini, mari kita kenakan mahkota mawar sebab esok pagi kita kan mati !).
Begitulah seruan Epicuros yang beraji mumpung hidup gemerlapnya dunia fana !, Memang sobat apa yang terdapat di ruang kesementaraan ini, bila kita memiliki pikiran yang dangkal maka tampaknya sangat mempesona jiwa.
Kaum yang telah terlahap tipuan kenikmatan materi itu telah mendandani dirinya dengan dandanan nafsu yang tak terkendali, segalanya menjadi halal asalkan mampu meraihnya, asal kuasa merenggutnya, mumpung hidup sehat, mumpung mencekal tampuk kekuasaan, mumpung punya kesempatan, mumpung harta berlimpah ruah.
Kata orang yang berpikiran sempit, kekayaan itu adalah realitas, kemiskinan juga adalah realitas. Oleh sebab itu, Aji Mumpung manusia guna meraih kekayaan sebanyak-banyaknya, itu juga realitas, termasuk si miskin yang minta-minta, semua sah dan halal, oleh sebab semuanya itu realitas. Jadi sah dan halalnya sesuatu disejajarkan dengan sekedar realitas.
Kita terkadang bertanya tentang apa itu realitas. Memang, realitas adalah fenomena empiris selama manusia berfikir dalam ruang-ruang kebendaan belaka.
Andaikan Eucludes sempat menjejali benak kita dengan apa yang dinamakan estetik matematisnya yang terukur oleh sekadar bilangan-bilangan belaka, toh tidak berarti bahwa ’keindahan’ Cuma itu ! Realitas bukanlah sekedar sesuatu yang dapat kita pandang sehari-hari, seperti juga ujar Lecomte du Nouy bahwa ilmu pengetahuan cumalah mampu menguasai benda-benda tersebut secara kenyataan yang haqiqi. Dan benda-benda yang dikuasai ilmupun hanya dalam jumlah yang terbatas sebab yang kita teliti selama ini dalam ilmu pengetahuan hanya realitas yang secuil saja bila dibandingkan dengan realitas sebenarnya yang begitu luas, yang belum kita raba bahkan kita saksikan secara empiris.
Sekilas kedengarannya irrasional, bila kita introspeksi diri dari realitas haqiqi yang luas sebagai hasil ciptaan Tuhan, maka kita akan menyadari bahwa selama ini kita telah ditipu oleh bubuk realitas yang merupakan serpihan kecil dari kenyataan keluasan alam ini.
Dalam ketidakyakinan terhadap kehidupan nanti yang abadi, manusia terkadang tak segan mengenakan mahkota hidupnya seindah mungkin. Berbagai nafsu dilampiaskan tanpa batas, mumpung hidup sebelum mati sebab mati hanyalah dianggap akhir dari kesenangan hidup.
Agama hanya dianggap penghalang kemerdekaan hidup.
Agama hanya dianggap pengekang kebebasan Aji mumpung-nya.
Sehingga pengakuannya sebagai umat beragama hanya sekedar merk dagang belaka, yang isinya tidak sesuai dengan bungkusnya, yang dalamnya tak sesuai dengan luarnya.
Pengaji mumpung adalah manusia yang merusak mentalnya sendiri. Bila dibisikkan sebuah ayat yang berisi sanksi-sanksi Allah terhadap mereka, maka kuping mereka menjadi kuncup tak sudi menerima tuntunan sehingga tak yakin atas sanksi-sanksi nanti. Mereka cuma memegang satu motto :
Merdeka tanpa batas dalam kehidupan yang terbatas,
Bersenang-senang tanpa kekang dalam lahan hidup yang tidak panjana. Setelah itu, nonsens alam akhirat, persetan hari penghisaban.
Karena mereka Cuma meyakini kehidupan kini, maka berlomba-lombalah mereka mencari kesenangan hidup. Dan berkat gemerlapnya harta yang membuat silau jiwa fana, jadilah mereka budak harta atau abdinya harta benda, yang pengabdiannya terhadap harta benda itu teramat dominan mewarnai hidupnya sehingga pengabdian terhadap Allah akhirnya ditinggalkannya.
Manusia yang meninggalkan pengabdiannya terhadap Allah Sang Maha Pencipta adalah bagaikan bagian yang membohongi keutuhan cipta dimana sebuah ciptaan pastilah ada yang menciptakan-Nya.
Manusia yang diciptakan oleh Sang Khaliq, lantas tak menghargai Pencipta-Nya, sama halnya dengan mengkhianati realitas yang haqiqi. Jadi, mereka yang hidupnya beraji mumpung hingga lupa mengabdi kepada Allah Sang Maha Pencipta, sama saja dengan mengkhianati keberadaanya sendiri.
Ya, Allah,
hindarkanlah kami dari sifat mumpung dalam kesombongan yang membumbung.
Jagalah kerendahan hati kami dihadapan-Mu yang Maha Agung agar kami tetap ruku’ dan sujud dalam kesadaran realitas semesta sehingga kami tak tertipu oleh realitas sempit yang sementara.
Ampunilah kesalahan kami, ya Allah, hindarkanlah kami dari api neraka-Mu yang menyala dahsyat, yang tak kan tertahankan oleh ketidakberdayaan kami, yang tak kan tertanggungkan oleh kelemahan kami.
Ya, Allah, kini abdi-Mu ini tengah berdo’a khusuk di sajadah yang sudah lusuh berkat sujud kami. Semoga sujud kami bukanlah sekedar sujud fisik yang dibarengi jiwa basa-basi, melainkan sujud utuh dibarengi jiwaraga kami yang suci, yang merumangsa kerendahan kami, yang menyadari ketinggian-Mu dan kebesaran-Mu.
Allahu Akbar !
Allah Maha Besar !
Amin !
pertamaxx g ya...?
BalasHapushehe...pertamax ternyata !
BalasHapusaminnnn.....semoga kita termasuk orang2 yg slalu mendapatkan keridhoanNya y mas....
duh mas kok cowok pke mahkota mawar sih?? wah jd mrinding ni,xixixi
BalasHapusBtw selalu ingatlah bahwa semua ini hanya sebuah titipan, entah itu krn aji mumpung atau apa, yg jelas semua itu hanya titipan dari Allah swt.
wah dapat pelajaran yang bagus nih.
BalasHapusselayaknyalah manusia terutama kita sendiri menyadari bahwa hidup hanya sesaat untuk mencari bekal ke keabadian... jadi gunakanlah waktu yang berharga itu dengan sebaik-baiknya...
BalasHapusAji mumpung jika dimiliki oleh pemimpin sangat berbahaya karena tingkat kerusakan yang diakibatkan olehnya berdampak kepada negara dan rakyat. Tapi pemimpin adalah cermin rakyatnya. Jika seorang aji mumpung yang terpilih, berarti rakyat pemilih juga aji mumpung.
BalasHapusMaaas..Mell terkesan sekali dengan kata-kata pembukaan artikel ini..Nice!
BalasHapusMoga kita gk termasuk orang2 yg suka mencari "Si aji mumpung itu" ya mas..hehe!
Nice post.
AMIN MAS SMOGA KITA SEMUA TIDAK TERMASUK DALAM ORANG-ORANG YANG TAK PANDAI BERSYUKUR,SMOGA KITA DI BERIKAN BERKAH DAN HIDAYAH AGAR SEMUA YANG KITA LAKUKAN DALAM HIDUP LEBIH BERMANKA DAN BERMANFAAT,SESUNGGUHNYA SEMUA YANG DI BERIKAN TUHAN PADA KITA ADALAH COBAAN,KAYA MISKIN,SUSAH SENANG,LAPANG SEMPIT,SEHAT SAKIT DLL,MAKA KITA SEHARUSNYA SELALU MENGUCAPKAN INNALLILLAH HIWAINAILLA HIROJIUN,SALAM
BalasHapusSelalu ada pelajaran di sini,
BalasHapusTerima kasih Pak Guru, jasamu tiada tara...
hehe padahal saat matilah, tak bisa dibantah lagi, manusia ga punya daya apa apa
BalasHapusSiip, nice posting. Aku tak hirau pada mahkota itu, hehe, kata mbak Poniyem, penjual sayur di dkt rumah saya.
BalasHapusInsya Allah, Allahumma amin...
BalasHapusaji mumpung?
BalasHapusbanyak kok tjd..namanya jg manusia yg selalu gak puas akan segala hal
hmmm... bener sekali pak....
BalasHapuskayak yang punya kekuasaan juga tuh kalo mau ngurus" sesuatu pasti dah" KALO BISA DI BIKIN SUSAH KENAPA HARUS DI BIKIN MUDAH"
Harus banyak² introspeksi diri lagi AQ nih pak.... di karenakan ke kurang Imanan kita n Ketaqwaaan kita kali yah....
sippp....kita harus berpikiran luas mulai sekarang!!
BalasHapusSeeeeeeeeeeeeeeeeeefff! :33
BalasHapusI'm running out of words to describe how nice your post, Bro... :19
waduhh, saya bingung?!?!
BalasHapusaku akan mengingat mati
BalasHapusterima kasih banyak bang atas linknya
BalasHapusudah dilink ballik
Ajimumpung boleh Koq. Yang penting dalam jalan benar, dan ketika beraji mumpung jangan lupa Kewajiban untuk-Nya juga untuk yang tak mampu.
BalasHapusAji mumpung justru merupakan semangat yang perlu dikembangkan, Asal bidangnya pas dan sesuai Kemampuan. Lalu tidak memanfaatkan Jalur-jalur yang negatif.
( Ingat Film FULL HOUSE... AYO SEMANGAT )
keren nih mas
BalasHapuskalau kita berpikiri besok akan mati, pasti selalu semanget melakukan kebaikan ....
top markotop :D
malem bang
BalasHapusnice artikle aku suka penyegaran rohani sob
BalasHapussalam hangaty selalu
nice info
BalasHapusArtikel yang bagus untuk direnungkan...
BalasHapusSalam kenal
Bang..., aku ikut mengamini doanya ya...
BalasHapusPostingannya top nih !!
Semoga Allah berkenan dan mengabulkan...
BalasHapusKalo aji mumpung untuk ini gmn bang ?
Mumpung muda banyak ibadah
Mumpung sehat banyak beramal
Mumpung hidup banyak berbuat baik
Saya banyak merenung disini. thx mas
Ya, semoga kita terhindar dari semua "mumpung".
BalasHapusTapi aku setuju dengan pernyataan RAVATAR di atas, mumpung masih diberi umur, mari gunakan sisa jatah umur kita untuk berbuat kebaikan.
Biarkan saja orang2 yang bangga dengan aji mumpung mereka, amal mereka buat mereka amal kita buat kita sendiri.
amin buat doa-doanya...
BalasHapussemoga Allah Ta'ala mengabulkannya...
pak, epicuros ntu saha?
BalasHapusmakasih pak follownya...
BalasHapustambah SUKSES aje ne...
selamat pagi sob ijin mau pasang link neh..........
BalasHapusjangan lupa link saya pasang juga sob
I really agree with U guys. Hidup haruslah sesuai dengan apa yang Allah ajarkan. Penyembahan thdpNya haruslah pnymbahan yg sbenarnya bkn skedar formalitas belaka krn ingin dipuji orng. Kita kudu buka "TOPENG" kita dan brusaha selalu brsyukur dg apa yg Allah berikan. Thank byk bro infonya.
BalasHapus