Prita Mulyasari mengaku kaget dengan pembatalan putusan sela oleh Pengadilan Tinggi Banten terkait kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap Rumah Sakit Omni Internasional yang dituduhkan kepada dirinya.
Saat dihubungi VIVAnews, Kamis 30 Juli 2009, Prita mengaku syok karena menganggap kasus hukum yang menimpa dirinya telah selesai. “Saya pasrah dan akan menjalani persidangan lanjutan ini,” ujar Prita melalui telepon.
Namun, Prita merasa aneh lantaran putusan tersebut menjadi berbeda persepsi antara Pengadilan Negeri Tangerang dengan Pengadilan Tinggi Banten terhadap kasus yang menimpanya.
Ibu dua anak ini akan mempersiapkan mentalnya lagi dalam menghadapi sidang lanjutan terhadap dirinya. “Soal hukum biar pengacara saya yang mempersiapkan,” ujar Prita lagi.
Meski belum ada pemberitahuan dari kuasa hukumnya tapi Prita akan segera melakukan komunikasi terkait hal ini.
Dengan pembatalan putusan sela itu, secara otomatis sidang kasus pencemaran nama baik dengan terdakwa Prita Mulyasari bakal dilanjutkan kembali.
Putusan Pengadilan Tinggi Banten terjadi atas atas banding yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Riyadi dan Rahmawati Utami.
“Terdapat kekhilafan Pengadilan Negeri Tangerang dalam pertimbangan putusan sela” ucap Ketua Pengadilan Tinggi Baten, Sumarno SH, MH seusai pelantikan Ketua Pengadilan Negeri Tangerang yang baru, Asnun SH, MH di Gedung Akhlaqul Karimah, Puspem Kota Tangerang.
Menurut Sumarno, ada perbedaan persepsi antara majelis hakim Pengadilan Tinggi Banten dengan Majelis Hakim PN Tangerang terkait pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) yang menyatakan belum bisa diberlakukan 2 tahun setelah ditetapkan.
“Kuncinya ada di pasal 54 ayat 1 yang menyatakan undang-undang itu diberlakukan sejak diundangkan. Sedangkan ayat 2 paling lambat 2 tahun. Bukannya setelah 2 tahun baru bisa diberlakukan,” jelas Sumarno.
Dikatakan Sumarno, pembatalan putusan PN Tangerang yang menghentikan kasus Prita itu diputuskan pada tanggal 27 Juli 2009.
“Pembatalan baru diputuskan Senin kemarin. Sekarang dalam proses pengiriman ke PN Tangerang,” ucap Sumarno.
Selain, karena perbedaan persepsi tentang Undang-Undag ITE, Pengadilan Tinggi Banten juga menilai Majelis Hakim PN Tangerang tidak memperhatikan dakwaan lain, yakni pasal 310 dan 311 KUHP tentang pencemaran nama baik.
“Seharusnya majelis hakim PN Tangerang juga mengemukakan alasan penghetian kasus yang berkaitan dengan pasal 310 dan 311. Tapi ini kan tidak,” paparnya.
Sumarno menyatakan, dengan dibatalkannya putusan penghentian kasus Prita tersebut, maka Pengadilan Tinggi Banten mengembalikan perkara kepada Pengadilan Negeri Tangerang untuk dilanjutkan kembali.
“Kami meminta PN Tangerang untuk melakukan pemeriksaan kembali,” tukasnya.
Kasus bermula saat Prita memeriksakan kesehatannya di RS Omni Internasional pada 7 Agustus 2008. Prita mengeluhkan pelayanan yang diberikan oleh RS Omni Internasional dan juga dokter yang merawatnya melalui surat elektronik kepada sejumlah rekannya.
RS Omni Internasional kemudian merasa nama baiknya tercemar lantaran surat Prita tersebar di banyak milis. Tak hanya diwajibkan membayar Rp 261 juta, karena kalah dalam kasus perdata, Prita juga sempat menjalani penahanan selama 21 hari sejak 13 Mei 2009.
Kasus ini menuai reaksi keras publik, Komisi Kesehatan Dewan Perwakilan Rakyat bahkan merekomendasikan pencabutan ijin Rumah Sakit Omni pada Senin 8 Juni 2009.
Sumber : metro.vivanews.com
Saat dihubungi VIVAnews, Kamis 30 Juli 2009, Prita mengaku syok karena menganggap kasus hukum yang menimpa dirinya telah selesai. “Saya pasrah dan akan menjalani persidangan lanjutan ini,” ujar Prita melalui telepon.
Namun, Prita merasa aneh lantaran putusan tersebut menjadi berbeda persepsi antara Pengadilan Negeri Tangerang dengan Pengadilan Tinggi Banten terhadap kasus yang menimpanya.
Ibu dua anak ini akan mempersiapkan mentalnya lagi dalam menghadapi sidang lanjutan terhadap dirinya. “Soal hukum biar pengacara saya yang mempersiapkan,” ujar Prita lagi.
Meski belum ada pemberitahuan dari kuasa hukumnya tapi Prita akan segera melakukan komunikasi terkait hal ini.
Dengan pembatalan putusan sela itu, secara otomatis sidang kasus pencemaran nama baik dengan terdakwa Prita Mulyasari bakal dilanjutkan kembali.
Putusan Pengadilan Tinggi Banten terjadi atas atas banding yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Riyadi dan Rahmawati Utami.
“Terdapat kekhilafan Pengadilan Negeri Tangerang dalam pertimbangan putusan sela” ucap Ketua Pengadilan Tinggi Baten, Sumarno SH, MH seusai pelantikan Ketua Pengadilan Negeri Tangerang yang baru, Asnun SH, MH di Gedung Akhlaqul Karimah, Puspem Kota Tangerang.
Menurut Sumarno, ada perbedaan persepsi antara majelis hakim Pengadilan Tinggi Banten dengan Majelis Hakim PN Tangerang terkait pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) yang menyatakan belum bisa diberlakukan 2 tahun setelah ditetapkan.
“Kuncinya ada di pasal 54 ayat 1 yang menyatakan undang-undang itu diberlakukan sejak diundangkan. Sedangkan ayat 2 paling lambat 2 tahun. Bukannya setelah 2 tahun baru bisa diberlakukan,” jelas Sumarno.
Dikatakan Sumarno, pembatalan putusan PN Tangerang yang menghentikan kasus Prita itu diputuskan pada tanggal 27 Juli 2009.
“Pembatalan baru diputuskan Senin kemarin. Sekarang dalam proses pengiriman ke PN Tangerang,” ucap Sumarno.
Selain, karena perbedaan persepsi tentang Undang-Undag ITE, Pengadilan Tinggi Banten juga menilai Majelis Hakim PN Tangerang tidak memperhatikan dakwaan lain, yakni pasal 310 dan 311 KUHP tentang pencemaran nama baik.
“Seharusnya majelis hakim PN Tangerang juga mengemukakan alasan penghetian kasus yang berkaitan dengan pasal 310 dan 311. Tapi ini kan tidak,” paparnya.
Sumarno menyatakan, dengan dibatalkannya putusan penghentian kasus Prita tersebut, maka Pengadilan Tinggi Banten mengembalikan perkara kepada Pengadilan Negeri Tangerang untuk dilanjutkan kembali.
“Kami meminta PN Tangerang untuk melakukan pemeriksaan kembali,” tukasnya.
Kasus bermula saat Prita memeriksakan kesehatannya di RS Omni Internasional pada 7 Agustus 2008. Prita mengeluhkan pelayanan yang diberikan oleh RS Omni Internasional dan juga dokter yang merawatnya melalui surat elektronik kepada sejumlah rekannya.
RS Omni Internasional kemudian merasa nama baiknya tercemar lantaran surat Prita tersebar di banyak milis. Tak hanya diwajibkan membayar Rp 261 juta, karena kalah dalam kasus perdata, Prita juga sempat menjalani penahanan selama 21 hari sejak 13 Mei 2009.
Kasus ini menuai reaksi keras publik, Komisi Kesehatan Dewan Perwakilan Rakyat bahkan merekomendasikan pencabutan ijin Rumah Sakit Omni pada Senin 8 Juni 2009.
Sumber : metro.vivanews.com
lha, kok bisa?
BalasHapusmaju terus bu prita....
BalasHapuskami disini terus mendukung...
semoga masalah nya berrakhir indah ya...
BalasHapuswew.. dibahas lagi..
BalasHapusmaju terus bu prita..
Wah informasi baru banget nih... Memang blog ini selalu menghadirkan infomasi-informasi yang terbaru... Salut buat Bang Iwan :)
BalasHapusSemoga ibu Prita tetap sabar dan kuat dalam menghadapi masalah ini...
BalasHapusArtikel yang sangat informatif Bang :)
BalasHapusAku izin vote ya Bang...hehehe...
Wah.., baru tahu nih.. Kirain yg kemarin itu dah selesai... Bingung juga jadinya..
BalasHapusMudah-mudahan masalah ini cepat selesai...
BalasHapusMakasih Bang Iwan... Tetaplah berbagi :)
Sukses Selalu...
Mudah2an segera berakhir dengan INDAH.....
BalasHapuslama g berkunjung k blogku bos
BalasHapuswww.doezt.co.cc