Salah satu sebab utama,
dari banyak faktor yang dapat dieja
Yang sepatutnya kita sebut sambil menangis
Di dalam praktik di masyarakat kita hari ini
Terutama berlangsung sejak Reformasi
Tak ada sosok dan bentuk organisasi resminya
Tapi jaringan kerjasamanya mendunia,
Kapital raksasa mendanainya,
Ideologi gabungan melandasinya
Dengan gagasan neo-liberalisme sebagai lokomotifnya
Dan banyak media massa jadi pengeras suaranya
Dan tak ada rasa malu dalam pelaksanaannya
Inilah Gerakan Syahwat Merdeka
Dan pornografi salah satu komponen pentingnya.
dari banyak faktor yang dapat dieja
Yang sepatutnya kita sebut sambil menangis
Di dalam praktik di masyarakat kita hari ini
Terutama berlangsung sejak Reformasi
Tak ada sosok dan bentuk organisasi resminya
Tapi jaringan kerjasamanya mendunia,
Kapital raksasa mendanainya,
Ideologi gabungan melandasinya
Dengan gagasan neo-liberalisme sebagai lokomotifnya
Dan banyak media massa jadi pengeras suaranya
Dan tak ada rasa malu dalam pelaksanaannya
Inilah Gerakan Syahwat Merdeka
Dan pornografi salah satu komponen pentingnya.
Demikian potongan puisi Taufik Ismail untuk Ariel Peterpan yang berjudul Gerakan Syahwat Merdeka (Atau tentang rasa malu yang redup tenggelam di tanah air kita). Dalam seruan penghapusan pornografi atau yang disebut Deklarasi Menteng.
Beberapa spanduk yang dibawa para pendemo berseragam serba putih beberapa hari sebelumnya itu bertuliskan “Tangkap Luna Buaya, Cut Tary sekarang juga”, “Ayo ganyang teroris moral!”, “Ariel Peter Porno go to hell, perusak moral bangsa.”
Beberapa spanduk yang dibawa para pendemo berseragam serba putih beberapa hari sebelumnya itu bertuliskan “Tangkap Luna Buaya, Cut Tary sekarang juga”, “Ayo ganyang teroris moral!”, “Ariel Peter Porno go to hell, perusak moral bangsa.”
SBY pun ikut mengomentari kasus video porno yang pemerannya diduga keras adalah para artis papan atas Indonesia seperti Nazriel Irham alias Ariel Peterpan, Luna Maya, dan Cut Tari.
SBY menyesalkan bahwa informasi mengenai video porno itu menyebar ke seantero jagad. “Seperti tak adakabar baik di Indonesia yang tersisa,” ujar SBY ketika bersilaturahmi dengan wartawan di Istana Cipanas, Bogor, Jawa Barat, Jumat 18 Juni 2010.
SBY menyesalkan bahwa informasi mengenai video porno itu menyebar ke seantero jagad. “Seperti tak ada
Dari sisi moralitas dan tata krama, Yudhoyono mengajak para orangtua dan pemuka agama untuk menjaga moral dan budi pekerti bangsa ini. Gara-gara kasus video porno itu, nama Indonesia di luar negeri sangat terkenal tercemar. Di dalam negeri, peredaran video mesum itu tak terbendung, bahkan sampai ke siswa-siswi di bawah umur.
Pertanyaannya, ketika Indonesia ini sudah mengglobal, bahkan Indonesia sekadar menjadi kampung dari dunia global, di mana apa pun yang terjadi di kampung global itu belahan dunia lain ikut mengetahuinya, siapakah yang kemudian menjadi penjaga moral bangsa ini? Secara implisit SBY menyebut para orangtua dan pemuka agama.
Dalam konteks ini, izinkan saya menambahkan bahwa penjaga moral bangsa ini bukan hanya para orangtua dan pemuka agama saja, melainkan juga kita semua warga negara Indonesia, termasuk para pemipin baik formal maupun informal termasuk guru tentunya, yang masih memiliki moralitas. Apa moralitas bangsa Indonesia? Tak lain dan tak bukan adalah Pancasila.
Pendidikan karakter, budaya, dan moral sudah lama didengungkan oleh para pendidik kita dan telah lama juga dirintis oleh Ki Hajar Dewantara dengan tri pusat pendidikannya yang menyebutkan bahwa wilayah pendidikan guna membangun konstruksi fisik, mental, dan spiritual yang handal dan tangguh dimulai dari; (i) lingkungan keluarga; (ii) lingkungan sekolah; dan (iii) lingkungan sosial.
Ketika pendidikan di lingkungan keluarga mulai sedikit diabaikan dan dipercayakan penuh kepada lingkungan sekolah, serta lingkungan sosial yang makin kehilangan kesadaran bahwa aksi mereka pada dasarnya memberikan pengaruh yang besar pada pendidikan seorang individu. Maka lingkungan sekolah (guru) menjadi garda terakhir yang terengah-engah memanggul kepercayaan tersebut.
Orang tua semakin tidak peduli dengan pendidikan anaknya yang semakin hari semakin tergerus oleh lingkungan sosial yang merusak dirinya dan hilangnya rasa hormat kepada guru yang selama ini membimbingnya di sekolah. Mereka lebih menghargai teman yang menurutnya memberikan warna bagi kehidupannya.
Jika kita mengajukan pertanyaan umum tentang siapakah yang berada di garis terdepan dalam peningkatan mutu pendidikan karakter, budaya, dan moral. Semua sepakat bahwa gurulah yang menjadi frontliner. Kesejahteraan suatu bangsa yang ditopang oleh pilar kemajuan teknologi dan ekonomi sangat bergantung pada kemajuan pendidikan karena sistem yang dibangun suatu negara tidak akan berhasil tanpa dukungan SDM yang berkualitas.
Peran guru menjadi sangat esensial dalam perpektif pengembangan pendidikan karakter, budaya, dan moral bangsa melalui proses pendidikan yang berkualitas termasuk didalamnya adalah pendidikan moral, budaya, dan karakter bagi semua peserta didik.
Melalui pendidikan karakter, pendidikan budaya, dan pendidikan moral yang berkelanjutan dan sungguh-sungguh akan menghasilkan watak dan manusia Indonesia yang seutuhnya. Di satu sisi, guru berusaha dengan gigih untuk memberikan teladan bagi peserta didiknya, dan di sisi lain, pemerintah dan juga stakeholder membantu dalam meningkatkan moral, budaya, dan karakter peserta didik.
Dengan demikian akan terbina budaya kerja gotong - royong dalam rangka kemajuan bersama. Guru, digugu dan ditiru, bukan hanya menjadi slogan atau simbol semata, melainkan akan menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat di sekitarnya.
Sebuah PR berat untuk kita semuanya terutama untuk saya tentunya.
Pertanyaannya, ketika Indonesia ini sudah mengglobal, bahkan Indonesia sekadar menjadi kampung dari dunia global, di mana apa pun yang terjadi di kampung global itu belahan dunia lain ikut mengetahuinya, siapakah yang kemudian menjadi penjaga moral bangsa ini? Secara implisit SBY menyebut para orangtua dan pemuka agama.
Dalam konteks ini, izinkan saya menambahkan bahwa penjaga moral bangsa ini bukan hanya para orangtua dan pemuka agama saja, melainkan juga kita semua warga negara Indonesia, termasuk para pemipin baik formal maupun informal termasuk guru tentunya, yang masih memiliki moralitas. Apa moralitas bangsa Indonesia? Tak lain dan tak bukan adalah Pancasila.
Pendidikan karakter, budaya, dan moral sudah lama didengungkan oleh para pendidik kita dan telah lama juga dirintis oleh Ki Hajar Dewantara dengan tri pusat pendidikannya yang menyebutkan bahwa wilayah pendidikan guna membangun konstruksi fisik, mental, dan spiritual yang handal dan tangguh dimulai dari; (i) lingkungan keluarga; (ii) lingkungan sekolah; dan (iii) lingkungan sosial.
Ketika pendidikan di lingkungan keluarga mulai sedikit diabaikan dan dipercayakan penuh kepada lingkungan sekolah, serta lingkungan sosial yang makin kehilangan kesadaran bahwa aksi mereka pada dasarnya memberikan pengaruh yang besar pada pendidikan seorang individu. Maka lingkungan sekolah (guru) menjadi garda terakhir yang terengah-engah memanggul kepercayaan tersebut.
Orang tua semakin tidak peduli dengan pendidikan anaknya yang semakin hari semakin tergerus oleh lingkungan sosial yang merusak dirinya dan hilangnya rasa hormat kepada guru yang selama ini membimbingnya di sekolah. Mereka lebih menghargai teman yang menurutnya memberikan warna bagi kehidupannya.
Jika kita mengajukan pertanyaan umum tentang siapakah yang berada di garis terdepan dalam peningkatan mutu pendidikan karakter, budaya, dan moral. Semua sepakat bahwa gurulah yang menjadi frontliner. Kesejahteraan suatu bangsa yang ditopang oleh pilar kemajuan teknologi dan ekonomi sangat bergantung pada kemajuan pendidikan karena sistem yang dibangun suatu negara tidak akan berhasil tanpa dukungan SDM yang berkualitas.
Peran guru menjadi sangat esensial dalam perpektif pengembangan pendidikan karakter, budaya, dan moral bangsa melalui proses pendidikan yang berkualitas termasuk didalamnya adalah pendidikan moral, budaya, dan karakter bagi semua peserta didik.
Melalui pendidikan karakter, pendidikan budaya, dan pendidikan moral yang berkelanjutan dan sungguh-sungguh akan menghasilkan watak dan manusia Indonesia yang seutuhnya. Di satu sisi, guru berusaha dengan gigih untuk memberikan teladan bagi peserta didiknya, dan di sisi lain, pemerintah dan juga stakeholder membantu dalam meningkatkan moral, budaya, dan karakter peserta didik.
Dengan demikian akan terbina budaya kerja gotong - royong dalam rangka kemajuan bersama. Guru, digugu dan ditiru, bukan hanya menjadi slogan atau simbol semata, melainkan akan menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat di sekitarnya.
Sebuah PR berat untuk kita semuanya terutama untuk saya tentunya.
~~~~~~~~~~~~
Terima kasih untuk sang Pencetus ide Trimatra . Dalam Let's post together .Semoga dengan postingan ini akan menjadi pemicu buat kita semuanya untuk lebih peduli akan karakter, Budaya, dan Moral bangsa kita yang semoga saja tidak semakin terpuruk.
Satu lagi postingan yg luar biasa dalam rangka hajatan postingan bersama yang mengambil tema Moralitas dan Budaya. Nice post pak guru...
BalasHapusKetika pendidikan di lingkungan keluarga mulai sedikit diabaikan dan dipercayakan penuh kepada lingkungan sekolah.... lantas bagaimana jika pihak sekolah tak menyadari perannya dalam hal ini ? Duh, menyedihkan sekali jika itu benar2 terjdi.
BalasHapusyupz........ 1000000% setuju..... ^^
BalasHapusitu karikatur aril ya ?? hag hag hag lucu dia
BalasHapusKetika sekolah formal belum bisa menjadi benteng-kuat dari penjajah moralitas, ketika pendidikan agama juga smakin dinomorduakan, kiranya kepada para gurulah kami semua hanya bisa berharap,,
BalasHapuspostingan yang mantabb!!
di era globalisasi, sangat diperlukan pendidikan moral yang tinggi dalam mengahadapi era yang semakin bebas ini
BalasHapusYups.. PR besar untuk kita semua untuk membangun kembali puing moralitas yg sudah terhancurkan oleh ulah anak bangsa sendiri. Semoga kita mampu ya Pak..
BalasHapussemoga postingan bersama ini memberikan dampak positif bagi kita semua.
BalasHapuskeluarga guru dan lingkungan terdekat menjadi garda ujung tombak meminimalisir kerusakan moral
memang sebuah tanggung jawab berat tetapi harus dipikul bersama , guru bersinergi dengan orang tua murid, semoga ke depan tercipta generasi dengan moral yang lebih baik, marilah kembalikan jati diri bangsa indonesia seutuhnya " Kangboed mode on"
BalasHapusbenteng utama adalah keimanan dan moral setiap individunya
BalasHapusbukan sistem atau tetek bengek tentang peraturan yang mengekang..
orang tua dan para pendidik harusnya sadar akan hal itu
*asal koment*
duh prihatin deh, mas...
BalasHapuspendidikan yang lurus
sebenarnya telah sejak lama dibengkokkan media
generasi kita kebanyakan terdidik oleh media dari pada orang tua dan guru2nya
......
hiks
Semoga Indonesia Bisa Lebih Maju.
BalasHapusMemang berat dalam menjalankan kebaikan Moral
BalasHapuspendidikan moral harus dimulai sejak dini, dan dari keluarga...
BalasHapussiapkan anak2 kita dengan lingkungan yang kondusif...
agar tak menyesal mereka dikemudian hari.........
salam bang...
Shahwat merdeka ! Naudzubillah...kemerdekaan dari kerusakan iman dan moralitas, semoga kita selalu mendapat taufik dan hidayah dari Allah SWT, agar dikuatkan iman amiin...
BalasHapusSemoga kabar baik selalu pak...
Kecil2 udah d'suguhi pornogrfi dan pnyimpangan2,,jdnya kalo udah besar moralnya ya kurang...
BalasHapusYang harus di ajarkan adalah moral
BalasHapusharus mengerti agama...
BalasHapusTaufik Ismail selalu membuatku terpana. Dan ulasan tentang Karakter, Budaya dan moral bangsa ini sungguh hebat.
BalasHapusps: judul dan url postingan ini sudah saya backlink di update tgl 2 juli. terima kasih yaaa
BalasHapusHiks, setiap kali membaca postingan tentang kolaborasi ekmarin, ada rinai kesedihan :(
BalasHapusharusnya para orang tua tidak lupa atau khilaf bahwa merekalah yang seharusnya di garis depan untuk membentengi, mengajari, mengasihi, dan menjaga anak2 mereka, bukan lantas seolah2 di serahkannya pendidikan moral dan lain2 itu kepada guru atau sekolah...seolah2 semua adalah tanggung jawab sekolah...
BalasHapussayah pikir,,kejadian ariel ini menjadi pengingat bagi kita semua,,,termasuk para orang tua yang hanya mengandalkan dan menyerahkan urusan moral dan budaya kepada pihak sekolah...
Untuk kembali ke budaya timur, Kita awali degan mengadakan gerakan bersama untuk berbenah diri sendiri dan keluarga kita serta lingkungan!
BalasHapuswaduh,PR yang berat juga untuk saya. Supaya nggak berat berarti kita perlu bekerjasama dengan orangtua.
BalasHapussetuju sekali bang terlebih sekarang ini banyak sekolah cenderung sangat menitik beratkan kualitas intelektual keiluan semata dan bermain-main dalam tataran komersialisi pendidikan. Salam
BalasHapusKita tidak bisa menyalahkan seseorang dengan cara sepihak. Kita juga harus sadar akan pengaruh budaya luar sangatlah besar untuk generasi muda. harusnya pemerintah bisa mencegah dan membatasi, Tetapi semua itu tergantung dari diri masing2 bila ingin menjadi orang yang lebih baik.thx
BalasHapussedikit banyaknya kesulitan ekonomi dan kemajuan teknologi turut berperan mendorong perubahan norma-norma yang berlaku di masyarakat, dan tentu saja ini adalah PR bagi kita semua.
BalasHapussaya salut idenya, implementasinya yg masih tanda tanya, guru saja tidak cukup krn harus pula didukung kurikulum termasuk praktikum, IPS, IPA dan Agama semua perlu praktek yg tuntas, nah fasilitas tdk bisa memadai, maka diperlukan gerakan nasional mengganti penggunaan biaya ujian nasional untuk peningkatan mutu di segala lini, kemudian adakan tes diagnostik untuk guru setiap dua tahun untuk penyetaraan mutu nasional guru sebagai ganti standar lulus anak didik yg menerima materi ala kadarnya
BalasHapusIndonesiaku tercinta....!
BalasHapusSemoga moral bangsamu kembali luhur... Hiks :(
http://ekos06.student.ipb.ac.id