Home » , , » Cerita Dewasa Dalam Buku Pengayaan SD

Cerita Dewasa Dalam Buku Pengayaan SD

Written By FATAMORGANA on Sabtu, Juni 02, 2012 | 6/02/2012


Setelah kontroversi tentang Kisah Bang Maman dan Juragan Boing dalam buku pelajaran SD. Kini kembali heboh dengan ditemukannya 4 (empat) Buku pengayaan mata pelajaran Bahasa Indonesia membuat resah sejumlah guru sekolah dasar yang menemukan buku tersebut. Sebab, bagian buku itu mengumbar kisah cinta dan trik berhubungan intim.

Keempat judul buku tersebut diterbitkan oleh PT Era Adi Citra Intermedia Solo, yakni Ada Duka di Wibeng karangan Jazimah Al Muhyi, Tidak Hilang Sebuah Nama karangan Galang Lufityanto, Tambelo Kembalinya si Burung Camar, dan Tambelo Meniti Hari di Ottakwa.

Salah satu buku yang paling kontroversial adalah buku berjudul Ada Duka di Wibeng. Buku setebal 168 halaman itu, pada bab 9 memuat percakapan yang menyinggung mengenai percintaan dan hubungan intim yang digambarkan dalam dialog para tokohnya berikut ini.

"Pokoknya asal mau sama mau gak masalah kok"
Akta menegakkan telinga.
"Eh, tapi harus tahu trik-trik jitunya. Jangan sampai hamil, dan kena penyakit kelamin. Gawat kan kalo kita kena gituan?".
"Eh, ini nih ...ada cara praktis yang manjur. Udah banyak yang ngebuktiin"

Percakapan para tokohnya dalam buku yang diklaim sudah lulus penilaian Panitia Penilaian Buku Nonteks Pelajaran (PPBNP) itu, disebutkan bagaimana trik berhubungan seks agar ”aman” dari kehamilan dan tidak terkena penyakit kelamin.

Salah seorang pejabat dari Bidang Pendidikan Dasar mengatakan, jika dibaca secara sepotong-sepotong, sebagian materi dalam buku tersebut tidak pantas untuk bahan bacaan anak SD. Namun jika dibaca secara menyeluruh sebenarnya tidak seperti yang dikhawatirkan.

Adapun penerbit buku Ada Duka di Wibeng, PT Era Adi Citra Intermedia, Solo menyatakan siap bertanggung jawab, termasuk merevisi isu buku yang dikeluhkan masyarakat.

Menurut Direktur PT Era Adi Citra Intermedia, Heri Sulistyanto, buku jenis fiksi atau novel remaja tersebut sesuai dengan PPBNP, yakni melalui keputusan Kepala Pusat Pembukuan Kemendiknas Nomor 1715/ ab.2/ ll2001 tahun 2009 tertanggal 19 Mei, sehingga layak beredar di masayarakat. Apalagi isi buku tersebut tentang budi pekerti.

Dia membantah, buku itu menjurus pornografi. Menurut dia, tidak ada bahasa yang vulgar dalam buku itu, namun lebih pada bahasa gaul anak remaja.

SUMBER : http://www.suaramerdeka.com



Denaihati
Share this article :

12 comments:

  1. Saya tak habis pikir dengan cara penyensorannnya Bang...

    BalasHapus
  2. trik merusak generasi... dan mudah-mudahan pemerintah bisa bertindak tegas,, tentang hal tersebut

    BalasHapus
  3. Waahhhh...cerita kaya gtu ada lagi di buku SD...!!
    Parah bgt..

    BalasHapus
  4. sebelum menerbitkan buku, seharusnya terlebih dahulu harus lulus dari tahap penilaian.Dan meski tidak merujuk ke pornografi, kita harus selalu waspada. Karena anak-anak di Zaman sekarang cara berfikirnya sudah jauh lebih modern.

    BalasHapus
  5. wah kenapa semakin banyak yang beginian siapa yang teledor ya

    BalasHapus
  6. Mungkin untuk naikin minat baca..
    Tapi yang bahaya kalo membaca tanpa diawasi.. cmiiw

    BalasHapus
  7. entahlah.. jaman gw sd pun udah ada cerita siti nurbaya yg masuk ke sekolah.. sama kan ceritanya ama juragan boing.. kalo yang ada duka di wibeng emang parah sih.. gw pernah dpt tugas disuruh bikin sinopsis novel (yaah bukan kls 2 sd sih.. smp kelas 1) cerita ttg pergaulan bebas dan akhirnya tokoh utama terkena sipilis.. saat itu dari gw gak tau sipilis apaan sampe ngerti bener gejalanya gara2 tu novel... tapi alhamdulillah hal itu gak ngerusak mental gw kok.. gw baik2 aja.. kalo gw pribadi sih, waktu kecil dulu nganggep cerita kaya siti nurbaya itu cerita yg menyebalkan.. gak asik.. jadi gw benci dan gak ambil pusing..

    BalasHapus
  8. Ampuun.. Anak gw mo d sekolahin kmn biar aman dr kata2 yg g bermoral..

    BalasHapus
  9. Ampuun.. Anak gw mo d sekolahin kmn biar aman dr kata2 yg g bermoral..

    BalasHapus
  10. INI QUOTES LENGKAPNYA:

    "Pokoknya, asal mau sama mau, gak masalah, kok."
    Akta menegakkan telinga.
    "Eh, tapi harus tahu trik-trik jitunya. Jangan sampai hamil, juga kena penyakit kelamin. Gawat kan kalau sampai kena gituan."
    "Eh, ini nih... ada cara praktis yang manjur. Udah banyak yang ngebuktiin!"
    "Mana ... mana?"
    "Eh, katanya sperma itu..."
    "Nah, di majalah ini dikatakan, sel telur itu kalau ketemu ama sperma...."
    "Eh, ada yang asyik punya, nih. Petunjuk dengan pakai KB kalender!"
    Akta berlalu dengan cepat mendengar obrolan di lokasi kamar mandi yang diselingi suara cekikikan. Suara-suara perempuan. Akta merasa sangat risi. Kok bisa sih, mereka tidak malu membicarakan masalah semacam itu?


    Pada kover buku, tulisan "For Teenager" terlihat jelas, memperlihatkan bahwa buku ini memang ditulis khusus untuk remaja. BUKAN UNTUK SD. Serial Akta memang bercerita tentang seorang remaja bernama Akta dan sekolahnya, SMA Widya Bangsa yang dipelesetkan menjadi WIBENG. Diceritakan bahwa WIBENG adalah sebuah SMA yang dipenuhi dengan remaja-remaja 'alay' dengan pergaulan yang kacau-balau, dan Akta berusaha untuk mengubah suasana tersebut sebisanya.

    BalasHapus
  11. Siaran Pers BPP Forum Lingkar Pena tentang Penarikan Buku-buku yang Dituduh Bermuatan Pornografi



    Beberapa hari terakhir ini berbagai media, baik cetak, on-line, dan televisi, memberitakan penarikan buku-buku yang dilaporkan bermuatan pornografi dan kekerasan dari perpustakaan-perpustakan Sekolah Dasar di beberapa daerah. Judul-judul buku tersebut adalah: Ada Duka di Wibeng (penulis: Jazimah Al-Muhyi), Tidak Hilang Sebuah Nama (penulis: Galang Lufityanto), Tambelo: Kembalinya Si Burung Camar (penulis: Redhite K.), Tambelo: Meniti Hari di Ottawa (penulis: Redhite K.), Syahid Samurai (penulis: Afifah Afra), Festival Syahadah (penulis: Izzatul Jannah), dan Sabuk Kiai (penulis: Dadang A. Dahlan).

    Terkait dengan buku Ada Duka di Wibeng, Tidak Hilang Sebuah Nama, Syahid Samurai, dan Festival Syahadah, ditulis oleh anggota Forum Lingkar Pena (FLP). FLP adalah organisasi pengaderan penulis yang sejak awal pembentukannya pada tahun 1997 memiliki visi mencerahkan masyarakat melalui tulisan. Dalam menulis berbagai karya, para anggota FLP memiliki sikap untuk tidak menulis karya yang membawa pada kemudharatan. Para anggota FLP juga ada di garda depan dalam menolak segala bentuk karya yang bermuatan pornografi.

    Badan Pengurus Pusat (BPP) FLP melihat telah terjadi distorsi dan penyesatan dalam kasus penarikan buku ini.

    Distorsi pertama, bahwa persoalan bukan pada isi buku, tetapi pada distribusi buku-buku tersebut sehingga masuk ke perpustakaan Sekolah Dasar dalam hal ini melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) 2010 sebagaimana pemberitaan yang beredar luas.

    Dalam hal peredaran dan distribusi buku dalam proyek pemerintah, persyaratan yang harus dipenuhi salah satunya adalah LOLOS PENILAIAN Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional. Buku-buku tersebut sudah lolos penilaian dengan Surat Keputusan (SK) yang menyatakan layak untuk dijadikan referensi dan tercetak di belakang sampul buku. Sehingga dari sisi kelayakan-bacanya telah dijamin oleh lembaga yang berwenang.

    Jika kemudian buku-buku yang layak baca dan dijamin oleh lembaga yang berwenang dan memiliki kredibilitas seperti Pusat Kurikulum dan Perbukuan, kemudian secara konten dituduh tidak layak bahkan porno. Ada persoalan yang perlu diteliti dengan lebih mendalam terkait distribusi buku-buku tersebut sehingga tiba di Sekolah Dasar.

    Distorsi kedua adalah pemberitaan media yang tendensius. Hampir semua berita di media, baik cetak, on-line, maupun televisi, dilakukan tanpa ada check dan balance. Jurnalis media tidak meminta pendapat pakar dan menelan mentah-mentah pernyataan dari beberapa sumber berita, yang kami sinyalir tidak (belum) membaca buku-buku tersebut secara menyeluruh. Beberapa istilah dalam buku (yang sesuai konteks cerita) disimpulkan sebagai istilah porno, kemudian langsung menuduh buku-buku tersebut adalah buku porno. Terlihat juga kurang pahamnya media terhadap defenisi pornografi.

    Distorsi ini menurut kami sangat mengkhawatirkan, karena bila tidak diluruskan maka akan terjadi fitnah, pembunuhan karakter (terhadap penulis), juga pembalikkan akal sehat. Di satu sisi kita melihat semakin banyak karya, baik buku juga tontonan yang jelas-jelas bermuatan pornografi dan vulgar, tetapi seakan tak tersentuh. Buku-buku FLP yang mengajak masyarakat, terutama remaja, kepada kebaikan, malah dituduh sebagai buku porno.

    Semoga kasus ini menjadi titik untuk membereskan mekanisme dan distribusi buku-buku proyek DAK. Sekaligus, dan sekali lagi, penolakan terhadap karya bermuatan pornografi, yang selama ini telah sering disuarakan oleh FLP. Semoga siaran pers ini dapat mengklarifikasi banyak hal.

    Jakarta, 13 Juni 2012.



    Setiawati Intan Savitri
    Ketua Umum BPP FLP 2009-2013 Rahmadiyanti Rusdi
    Sekretaris Jenderal BPP FLP 2009-2013

    BalasHapus

SAHABAT FATAMORGANA

 
Support : FATAMORGANA
Copyright © 2015. FATAMORGANA - MERANGKUM FAKTA, MEREKAM INFORMASI, DAN BERBAGI KHAZANAH
Created by Creating Website Published by Mas Template
Powered by Blogger